Selasa, 15 Mei 2012

ekologi tumbuhan (Produktivitas)


2.1 Pengertian Produktivitas
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Produktivitas primer adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen. Produktivitas primer dibedakan atas produktivitas primer kasar (bruto) yang merupakan hasil asimilasi total, dan produktivitas primer bersih (neto) yang merupakan penyimpanan energi di dalam jaringan tubuh tumbuhan. Produktivitas primer bersih ini juga adalah produktivitas kasar dikurangi dengan energi yang digunakan untuk respirasi.
  2. Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. Pada produktivitas sekunder ini tidak dibedakan atas produktivitas kasar dan bersih. Produktivitas sekunder pada dasamya adalah asimilasi pada aras atau tingkatan konsumen.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energi cahaya yang diubah menjadi energi kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs 
Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002).
Karena produktivitas merupakan laju penambahan materi organik baru, maka satuan yang digunakan adalah:
a.       satuan energi (kkal) atau satuan biomasa(gram)
b.      satuan luas (persegi)
c.       satuan waktu (hari, minggu, bulan, tahun)
contoh satuan produktivitas : gram/m²/hari. Dalam kajian ekologi tumbuhan yang dibahas hanya produktivitas primer.
2.2 Proses-Proses Dasar Produktivitas
Produktivitas primer bersih ditentukan oleh perbedaan relatif dari hasil fotosintesis dengan materi yang dimanfaatkan dalam proses respirasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi primer:
a.       Proses Fotosintesis
Proses ini hanya memanfaatkan sebagian kecil energi cahaya yaitu sekitar 1-5% yang diubah menjadi energi kimia dan sebagian besar dipantulkan kembali atau berubah menjadi panas. Gula yang dihasilkan dalam fotosintesis dapat dimanfaatkan dalam proses respirasi untuk menghasilkan ATP dan dapat dikonpersi menjadi senyawa organik lain seperti lignin, selulosa, lemak, dan protein. Estimasi potensi produktivitas primer maksimum dapat diperoleh dari efisiensi potensial fotosintetis. Energi cahaya yang dipancarkan matahari ke bumi ± 7.000 kkal/m2/hari pada musim panas atau daerah tropis dalam keadaan tidak mendung. Dari jumlah tersebut, sebanyak ± 2.735 kkal dapat dimanfaatkan secara potensial untuk fotosintetis bagi tumbuhan. Sekitar 70% energi yang tersedia berperan dalam perantara pembentukan pemindahan energi secara fotokhemis ke fotosintesis. Dari total energy tersebut, hanya sekitar 28% diabsorbsi ke dalam bentuk yang menjadi bagian dari pemasukan energy ke dalam ekosistem. Prinsipnya dibutuhkan minimum 8 Einstein (mol quanta) cahaya untuk menggerakkan 1 mol karbohidrat.
Secara teoritis produktivitas primer bruto ekosistem dapat dihasilkan 635 kkal/m2/hari dan sebanyak 165 g/m2/hari berubah ke massa bahan organik. Untuk keperluan respirasi harian, tumbuhan menggunakan ± 25% dari produk organik. Dengan demikian produksi netto yang diperoleh ekosistem ± 124 g/m2/hari. Estimasi hasil itu dapat diperoleh jika cahaya maksimal, efisiensi maksimal dalam perubahan cahaya menjadi karbohidrat dan respirasi minimum. Salah satu bukti catatan produktivitas bersih harian adalah sebesar 54 g/m2/hari pada ekosistem padang rumput tropis dengan radiasi cahaya yang tinggi.
b.      Proses Respirasi
Pada kondisi optimum kecepatan fotosintesis dapat mencapai 30x dari respirasi terutama pada tempat terendah cahaya matahari. Umumnya karbohidrat yang digunakan antara 10-75% tergantung jenis dan usia tumbuhan.
c.       Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ada 2 yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal meliputi struktur dan komposisi komunitas, jenis dan usia tumbuhan, serta peneduhan. Faktor eksternal cahaya, karbohidrat, air, nutrisi, suhu, dan tanah.
1)      Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer. Oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Panjang gelombang dan intensitas cahaya sangat berperan terhadap proses fotosintesis. Pada tumbuhan berklorofil gelombang cahaya merah dan biru diserap , sedangkan gelombang cahaya hijau dipantulkan. Atau tidak dapat dimanfaatkan dalam proses fotosintesis. Beda halnya pada tumbuhan yang menyerap energi cahaya oleh pigmen coklat dan pigmen biru seperti pada ganggang, maka cahaya hijau dapat diserap. Intensitas cahaya dapat menentukan jumlah energi yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi gula dengan efisiensi 20% sedangkan pada cahaya terang hanya 8%. Pada intensitas cahaya yang tinggi dapat merusak klorofil. Apabila faktor yang diperlukan berada dalam keadan optimal, jumlah cahaya yang dipakai sebanding dengan jumlah cahaya yang diserap (dengan jumlah klorofil yang ada). Tumbuhan yang hidup pada habitat dengan intensitas cahaya tinggi akan teradaptasi dengan mempunyai jaringan aktif untuk fotosintesis dengan proporsi tinggi. Sebaliknya pada tumbuhan yang teradaptasi dengan cahaya lemah, jumlah jaringan aktif untuk fotosintesis rendah atau jumlah klorofil rendah. Pengaruh intensitas cahaya pada tumbuhan jenis C3 dan C4 berbeda, yang mana tanaman C3 merupakan tanaman yang jenuh cahay pada intensitas yang jauh di bawah penyinaran matahari penuh sedangkan tanaman C4 intensitas cahaya mendekati penyinaran penuh. Tanman C3 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil berasal dari pengikatan atau fiksasi karbon yaitu 3-karbon asam organik yang berasal dari proses karboksilasi dan pemecahan dari molekul aseptor 5-karbon. Contoh tanaman C3 adalah tanaman pada umumnya. Tanaman C4 merupakan tanaman yang produk awal yang stabil dari fotosintesis adalah 4-karbon asam organik yang berasal dari proses karbosilaksi molekul aseptor 3-karbon. Contoh tanaman C4 adalah tanaman berpembuluh seperti rumput-rumputan. Laju produktivitas neto/bersih pada tanaman C4 biasanya tinggi diatas tanaman C3.
Pada ekosistem terestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
2)      Karbondioksida
Karbondioksida diambil secara pasif dan dipengaruhi terutama oleh kadar karbondioksida yang ada diluar dan dalam tumbuhan.
3)      Air
Jumlah air yang tidak memadai menghambat semua proses metabolisme termasuk fotosintesis karena stomata tertutup dan tumbuhan menjadi layu.  Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas. Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan  akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
4)      Nutrisi
Nutrien entuk sejumlah klorofil dan enzim yang berperan aktif dalam proses fotosintesis. Misalnya magnesium yang merupakan bagian utama dari molekul klorofil. Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrien pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
5)      Suhu
Laju proses kimia sangat ditentukan oleh keadaan suhu yang mana laju akan maksimal pada temperature optimum. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
6)      Tanah
Tanah merupakan tempat sebagian besar tumbuhan untuk hidup terutama tumbuhan darat. Di dalam tanah mengandung berbagai macam zatatau senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Salah satunya kandungan hidrogen. Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007). Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah
7)      Struktur dan Komposisi Komunitas
Struktur dan komposisi komunitas sangat menentukan produktivitas. Bentuk pohon, perdu dan herba yang hidup pada habitat yang sama, akan menghasilkan produktivitas yang berbeda.
8)      Jenis dan Umur Tumbuhan
Perbedaan laju pertumbuhan diantara jenis-jenis yang berkompetisi dalam suatu ekosistem merupakan kejadian yang alami, dengan demikian akan terjadi pula perbedaan produktivitas pada fase pertumbuhan yang berbeda atau pada umur yang berbeda dari suatu jenis yang sama. Tumbuhan akan mencapai produktivitas maksimal pada fase muda. Ketika tubuh tumbuhan meningkat energi yang difiksasi lebih banyak digunakan untuk mengelola tubuhnya. Produktivitas yang berlebih digunakan untuk membentuk produktivitas bersih yang secara teratur menurun dalam masa pemasakan.
9)      Peneduhan
Bentuk-bentuk geometri tumbuhan dan kerapatannya sangat berperan dalam menentukan efisiensi ekosistemnya. Tumbuhan yang memiliki daun yang relatif lebar dan vertikal dapat menghasilkan area aktif fotosintesis maksimum dan total peneduhannya rendah. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer pada setiap tanaman terjadi pada tingkatan yang spesifik, keadaan yang sama juga terjadi pada daun-daun yang terisolasi. Dalam hal ini hanya memperhatikan salah satu faktor yang kompleks yang mempengaruhi produktivitas primer yaitu struktur 3 dimensi dari suatu kanopi vegetasi. Faktor struktural ini mempengaruhi efisiensi kanopi sebagai suatu penangkap cahaya. Pada kanopi berdaun lebar sebagian cahaya tidak di serapdekat permukaan dan tingkat kanopi yang lebih rendah terlindungi lebih banyak. Akibatnya fotosintesis bersih cenderung terkonsentrasi di lapisan atas pada tipe kanopi berdaun lebar dan terkonsentrasi dilapisan tengah pada tipe kanopi berdaun sempit. Posisi sudut daun mempengaruhi juga kedalaman penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Penetrasi cahaya akan lebih dalam bila daunnya tegak. Tanaman padi yang memiliki geometri sudut daun atau kanopi vertikal dan tipe berdaun sempit akan lebih efektif pada intensitas cahaya yang kuat dan ketika posisi matahari rendah. Kanopi horizontal dari tipe berdaun lebar akan lebih efektif pada intensitas cahaya rendah dan ketika matahari berada di atas kepala.

2.3 Metode untuk Penentuan Produktivitas Primer
Cara–cara untuk menentukan produktivitas primer adalah sangat penting mengingat proses ini memiliki arti ekologi yang sangat nyata. Sebagian besar pengukurannya di lakukan secara tidak langsung , berdasarkan pada : jumlah substansi yang di hasilkan, atau jumlah matrial yang di pakai, atau jumlah hasil sampingannya. Satu hal yang perlu di ingat bahwa  proses fotosintesis berada dalam keseimbangan dengan respirasi. Produktivitas harus diukur selama waktu yang tepat , karena terdapat perbedaan metabolisme selama siang dan malam hari. Perbedaan metabolisme juga terjadi antar musim, oleh sebab itu disarankan pengukuran energi ini dalam skala tahunan.  Beberapa cara penentuan produktivitas primer adalah sebagai berikut :
a.       Metode penuaian
Cara ini di tentukan berdasarkan berat pertumbuhan dari tumbuhan. Dapat dinyatakan secara langsung berat keringnya atau kalori yang terkandung, tetapi keduanya dinyatakan dalam luas dan priode waktu tertentu. Metode ini mengukur produktivitas primer bersih. Metode penuaian ini sangat cocok dan baik pada ekosistem daratan, dan biasanya untuk vegetasi yang sederhana. Tetapi dapat pula di gunakan untuk ekosistem lainya dengan syarat tumbuhan tahunan predominan dan tidak terdapat rerumputan. Untuk ini paling baik mencuplik produktivitas pada satu seri percontohan(cuplikan)selama satu musim tumbuh. Metode ini merupakan metode paling awal dalam mengukur produktivitas primer. Caranya adalah dengan memotong bagian tanaman yang berada diatas permukaan tanah, baik pada tumbuhan yang tumbuh di tanah maupun yang didalam air. Bagian yang di potong selanjutnya dipanaskan sampai seluruh airnya hilang atau beratnya konstan. Materi tersebut ditimbang, dan prodiktivitas primer di nyatakan dalam biomassa per unit area per unit waktu, misalnya sebagai gram berat kering/ m2 /tahun.metode ini menunjukkan perubahan berat kering selama priode waktu tertentu. Metode penuian memeng tidak cocok untuk mengukur produktivitas primer fitoplankton, karena ada beberapa kesalahan misalnya perubahan biomasa yang terjadi tidak hanya diakibatkan oleh produktivitas tetapi juga berkurangnya fitoplankton oleh hewan – hewan pada  tropik diatasnya, atau mungkin jumlah fitoplankton berubah karena gerakan air dan pengadukan.  
Metode penuaian ini sangat sederhana, meskipun memiliki potensi – potensi kesalahan- kesalahan : sistim akar harus termasuk dalam perhitungan, dan adanya hewan herbivora. 
b.      Metode penentuan oksigen
Oksigen merupakan hasil sampingan dari fotosintesis, sehingga ada hubungan erat antara produktifvitas dengan oksigan yang di hasilkan oleh tumbuhan. Tetapi harus di ingat sebagian oksigen di manfaatkan oleh tumbuhan tersebut dalam proses respirasi, dan harus di perhitungkan dalam penentuan produktivitas.
Metode ini sangat cocok dalam menentukan produktivitas primer ekosistem perairan, dengan fitoplankton sebagai produsennya. Dua contoh air yang mengandung ganggang di ambil pada kedalaman yang relatif sama. Satu contoh di simpan di dalam botol bening dan satunya lagi pada botol yang di cat hitam. Kandungan oksigen dari kedua botol tadi sebelumnya ditentukan, kemudian di simpan dalam air yang sesuai dengan kedalaman dan tempat pengambilan air tadi. Kedua botol tadi di biarkan selama satu sampai 12 jam. Selama itu akan terjadi perubahan kandungan oksigen di kedua botol tadi. Pada botol yang hitam terjadi proses respirasi yang menggunakan oksigen, sedangkan pada botol yang bening akan terjadi baik fotosintesis maupun respirasi. Diasumsikan respirasi pada kedua botol relatif sama. Dengan demikian produktivitas pada ganggang dapat di tentukan.
Metode – metode ini memiliki kelemahan – kelemahan, yaitu hanya dapat di lakukan pada produsen mikro dan asumsi respirasi pada kedua botol tadi sama adalah kurang tepat.
c.       Metode pengukuran karbondioksida
Karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis oleh tumbuhan dapat di pergunakansebagai indikasi untuk produktivitas primer. Dalam hal ini seperti juga pada metode penentuan oksigen proses respirasi harus di perhitungkan. Metode ini cocok untuk tumbuhan darat dan dapat di pakai pada suatu organ daun, seluruh bagian tumbuhan dan bahkan satu komunitas tumbuhan. Ada dua tehnik atau metode utama yaitu :
Ø  Metode ruang tertutup, biasanya di gunakan untuk sebagian atau seluruh tumbuhan kecil(herba,perdu pendek). Dua contoh di pilih dan di usahakan satu sama lainnya relatif sama. Satu contoh di simpan dalam kontainer bening dan satunya lagi di simpan dalam kontainer gelap(tertutup lapisan hitam). Udara dibiarkan keluar- masuk pada keedua kontainer melalui pipa yang sudah di atur sedenikian rupa dan mempergunakan pengisapan udara dengan kecepatan aliran udara tertentu. Konsentrasi karbondioksida yang masuk dan keluar kontainer di pantau. Dengan cara ini karbondioksida yang di pakai dalam fotosintesis dapat dihitung, yaitu sama dengan jumlah yang di hasilkan dalam kontainerr gelap di tambah dengan jumlah yang di pakai dalam kontainer bening /terang. Dalam kontainer gelap terdapat produksi karbondioksida sebagai hasil respirasi,dan pada kontainer bening karbondioksida di pakai dalam proses fotosintesis daan juga adanya produksi akibat adanya respirasi. Metode ini juga memiliki kelemahan seperti pada metode dengan penentuan oksigen dan meningkatnya suhu dalam kontainer (seperti rumah kaca)sehingga mempengaruhi proses fotosintesis dan respirasi.
Ø  Metode aerodinamika, metode ini maksudnya menutupi kelemahan – kelemahan pada metode ruang tertutup. Karbondiaksida yang diukur diambil dari sensor yang di pasang pada tabung tegak dalam komunitas, dan satunya lagi di pasang lebih tinggi dari tumbuhan. Perubahan konsentrasi karbondioksida di atas dan didalam komunitas dapat di pakai sebagai indikasi dari produktivitas. Pada malam hari konsentrasi karbondioksida akan meningkat akibat terjadi respirasi, sedangkan pada siang hari konsentrasi akan menurun akibat proses fotosintesis. Perbandingan konsentrasi ini merupakan indikasi berapa banyak karbon dioksida yang di manfaatkan dalam fotosintesis.
d.      Metode radioaktif
Materi aktif yang dapat di identifikasi radiasinya di masukkan dalam sistem. Misalnya karbon aktif (C14) dapat di introduksi melalui suplai karbondioksida yang nantinya di asimilasikan oleh tumbuhan dan di pantau untuk mendapatkan perkiraa produktivitas. Tehnik ini sangat mahal dan memerlukan peralatan yang canggih, tetapi memiliki kelebihan dari metode lainya, yaitu dapat di pakai dalam berbagai tipe ekosistem tanpa melakukan penghancuran terhadap ekosistem.  
e.       Metode penentuan klorofil
Produktivitas berhubungan erat dengan jumlah klorofil yang ada. Rasio asimilasi untuk tumbuhan atau ekosistem adalah laju dari produktivitas pergram klorofil. Konsentrasi klorofil dapat ditentukan berdasarkan cara yang sederhana, yaitu dengan cara mengekstraksi pigmen tumbuhan. Mula–mula dilakukan pencuplikan daun dengan ukuran tertentu. Untuk sampling fitoplankton dilakukan dengan pengambilan sampel air dalam volume tertentu. Organisme selain fitoplankton harus di pisahkan dari sampel. Samel selanjutnya di saring dengan menggunakan filter khusus fitoplankton pada pompa vakum dengan tekanan rendah. Filter yang mengandung klorofil dilarutkan pada aseton 85% , kemudian dibiarkan semalam, dan selanjutnya di sentrifuse. Supernatannya dibuang dan pelet yang mengandung klorofil di keringkan dan di timbang beratnya. Berat klorofil di ukur dalam mg klorofil/unit area. Pengukuran klorofil juga bisa di lakukan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 665 nm. Bila rasio asimilasi, kadar klorofil, dan jumlah energi cahaya di ketahui, maka produktivitas primer kotor dapat diketahui. Metode ini dapat di terapkan pada berbagai tipe ekosistem.
2.4  Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami dan Gambaran Umum    Produktivitas Ekosistem
1. Produktivitas Primer dalam Ekosistem Alami
Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energi per satuan luas per satuan waktu (J/mr/tahun), atau sebagai biomassa (berat) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem per satuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Biomassa umumnya dinyatakan sebagai berat kering bahan organik, karena molekul air tidak mengandung energi yang dapat digunakan, dan karena kandungan air tumbuhan bervariasi dalam jangka waktu yg singkat. Produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yg terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).
Secara garis besar produktivitas primer ekosistem alami dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:
1.      Relatif tidak produktif, termasuk di dalamnya: lautan terbuka dan padang pasir. Produktivitasnya lebih rendah dari 0,1 gram/m²/hari.
2.      Produktivitas medium, meliputi: padang rumput semi kering, pantai laut, danau dangkal, dan hutan di tanah kering. Harga produktivitasnya berkisar antara 1-10 gram/m²/hari.
3.      Sangat produktiv, meliputi: estuaria, sistem koral, hutan lembab, paparan aluvial, dan daerah pertanian yang intensif. Produktivitasnya antara 10-20 gram/m²/hari.
Pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti metode biomassa, metode penandaan  dan metode metabolisme. Penelitian produktivitas di Indonesia umumnya menggunakan metode penandaan. Produktivitas yang diperoleh dari hasil pengukuran ini bisa lebih kecil dari produktivitas yang sebenarnya karena tidak memperhitungkan kehilangan seresah, pengaruh grazing hewan-hewan herbivore yang memakan tumbuhan. Beberapa peneliti membagi biomassa atau produktivitas menurut letaknya terhadap substrat yaitu biomassa di atas substrat (meliputi batang, helaian dan pelepah daun) dan biomassa di bawah substrat meliputi akar, dan rhizome (Dedi, 2009).
Tunas-tunas fotosintetik pada tumbuhan merupakan organ penting untuk berproduksi. Namun banyak hasil fotosintesis ditranslokasikan ke bawah tanah, di mana hasil fotosintesis tersebut mendukung pertumbuhan akan dan disimpan. Menurut Mcnaughton dan Wolf (1998), siklus tahunan biomassa tumbuhan di atas dan di bawah tanah mengarah kepada hubungan terbalik. Selama musim pertumbuhan, ketika biomassa di atas tanah meningkat cepat, biomas di bawah tanah umumnya cenderung menurun. Sedangkan pada akhir musim, biomassa di bawah tanah umumnya meningkat kembali karena kelebihan produksi yang dihasilkan tunas-tunas kemudian dipindahkan ke bawah.
2. Gambaran Umum Produktivitas Ekosistem
a.sebagian besar prosentase permukaan bumi berada dalam kategori produktivitas yang rendah, akibat tidak adanya air seperti padang pasir atau kekurangan hara seperti lautan dalam.
b. produktivitas lautan pada kenyataannya lebih rendah daripada produktivitas daratan. Hal ini diakibatkan oleh beberapa penyebab, yang paling tinggi adalah tingginya prosentase energi yang dipakai dalam respirasi oleh pitoplangton, dan akibat kekurangan har terutama pada lapisan permukaan air.
c.ekosistem yang paling produktif adalah ekosistem terbuka, memiliki komunikasi yang intensif terhadap ekosisitem lainnya (adanya masukan). Misalnya estuaria, rawa dan koral dan kesemuanya, mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya. Sistem setengah tertutup dengan siklus nutrisi yang mandiri umumnya kurang produktif.


2.5 Produktivitas dalam pertanian dan Implikasi Bagi Nutrisi Manusia
1. Produktivitas dalam Pertanian
  1. Pemanfaatan rata-rata energi matahari oleh ekosistem alami adalah dua sampai tujuh kali rata-rata yang dipakai oleh tananam pertanian. Hal ini memiliki implikasi yang sangat luas. Berarti semua atau setengah dari pola produksi makanan kurang efisien. Bila ekosistem alami ini dikonversi menjadi ekosistem pertanian efisiensinya menurun. Rata-rata produktivitas biji-bijian dunia sekitar 2 grm/m2/hari, ini merupakan angka rendah jika dibandingkan dengan ekosistem alami 
  2. Dalam beberapa daerah iklim,sistem petanian yang memanfaatkan energi surya sepenuhnya adalah tanaman yang selama setahun penuh mempunyai penutupan atau kanopi yang rapat. Dalam hal ini pertanian tumpang sari adalah gambaran system pertanian yang efisien. Jumlah klorofil per unit are adalah tinggi,sehingga energi lebih banyak yang dimanfaatkan.
  3. Pada kenyataannya semua produktivitas yang diperkirakan untuk pertanian memerlukan subsidi energi. Pertanian memerlukan subsidi energi bahan bakar untuk traktor atau untuk mengolah tanah, memberikan pupuk, pestisida dan yang lainnya. Apabila kesemuanya diperhitungkan maka efisiensi ekosistem sangat rendah.
2. Implikasi bagi  Nutrisi Manusia
            Selama system alami maupun pertanian produktivitasnya rendah maka haruslah dilakukan usaha untuk meningkatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Caranya adalah dengan mengurangi faktor pembatas untuk kehidupan tanaman tumbuhan, seperti pembuatan irigasi,penambahan pupuk, meningkatkan teknologi pertanian, pembuatan bibit unggul dan lain-lainnya.
            Pada umumnya hasil kombinasi usaha ini meragukan,apakah dapat meningkatkan produksi makanan sepuluh kali lipat, sehingga dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk manusia dibumi ini. Ketika efisienan produktivitas primer pertanian ini berkaitan dengan kenyataan bahwa sebagian besar populasi manusia menduduki tingkat tropic di atas herbivora. Dengan demikian sangat besar energi yang hilang sebelum dimanfaatkn oleh manusia. Dengan demikian usaha yang dilakukan adalah menanam tanaman yang langsung dapat dimakan oleh manusia.






























DAFTAR PUSTAKA

Arnyana, I.B.P.1999.Buku Ajar Ekologi Tumbuhan.Singaraja:Program Study Pendidikan Biologi Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam STKIP Singaraja
Produktivitas Ekosistem Hutan Hujan Tropis.di akses tanggal 6 November 2009
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2002. Biologi (terjemahan), Edisi kelima Jilid 3. Penerbit Erlangga. Jakarta.



 




1 komentar: