Selasa, 15 Mei 2012

Metodelogi Penelitian (PENGARUH AKTIFITAS KELOMPOK SOSIAL (GANG) YANG BERADA DI SMAN 2 NEGARA TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH)


1.      JUDUL : PENGARUH AKTIFITAS KELOMPOK SOSIAL (GANG) YANG BERADA DI SMAN 2 NEGARA TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH

2.      IDENTITAS PENELITI
Nama          : A.A. Gede Bayu Teja Pramana
NIM            : 0713041015
Jurusan        : Pendidikan Biologi
Fakultas      : MIPA

3.      LATAR BELAKANG
          Remaja merupakan sebuah masa transisi yang dilalui oleh semua insan manusia sebelum  akhirnya   memasuki   fase   dewasa. Berbicara mengenai remaja, erat  kaitannya dengan sebuah kualitas diri. Remaja merupakan masa dimana  terjadi  sebuah  jalan persimpangan dalam hidupnya yang akhirnya dipilih sebagai bekal kehidupannya kelak, dan proses pemilihan itu sangat erat kaitannya dengan  kualitas diri seorang remaja dalam kegiatan proses belajar mengajar yang dilaluinya semasa di bangku sekolah. Begitu luasnya aspek yang bisa dibicarakan kaitannya dengan remaja, namun yang kini menjadi sebuah permasalahan bagi masyarakat adalah hadirnya sosok remaja yang kurang peka terhadap permasalahan–permasalahan sosial yang kini sedang terjadi di masyarakat.
          Kota Negara yang merupakan kota dari Kabupaten Jembrana, ternyata banyak memiliki permasalahan sosial yang terjadi seperti halnya balap liar yang marak terjadi di kota Negara yang bahkan sempat menjadi bahan berita acara kriminal di salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia, segala upaya sudah di upayakan untuk mengatasinya oleh pihak yang berwajib, tidak mempengaruhi aktivitas tersebut.    Bukan lah hal yang patut dibangkan jika para generasi muda diberitakan  di siaran televisi akibat  kegiatan yang bersifat negatif seperti itu. Ketika kualitas sumber daya manusia dibicarakan dan dikaitkan dengan kehidupan remaja maka yang terjadi hanyalah ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan. Harapan yang dimiliki setiap orang tua dari pemuda pemudi yang ada di mana pun. Karena bahwasanya setiap orang tua menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka dari segi pergaulan maupun pendidikan yang mereka jalani pada seusia mereka saat ini.
          Banyak fenomena–fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dan  mengarah kepada  aspek tersebut. Dan yang paling menonjol adalah sebuah pembentukan kelompok-kelompok sosial non-formal yang disinyalir sebagai sebuah  mata  rantai  kehidupan  pada kehidupan para remaja yang  lazim  disebut  ”gangster” atau ”gang”. Adanya gangster seperti sebuah kelompok–kelompok   sosial yang semu, karena terbentuk dari sebuah jiwa bebas yang terhambur ketika langkah seorang remaja telah tetap dan pasti. Namun, adanya fenomena gang tersebut tak  urung  seperti  perbedaan  dua  keping  mata uang yang berbeda.  Satu  sisi mata  uang  menunjukkan  hal  positif yaitu  pembentukan  mental  dan  ajang solidaritas dari seorang remaja, sedangkan sisi lainnya adalah sebuah bentuk pemberontakan  jiwa yang  terkadang  diaplikasikan  dalam  bentuk  anarkisme yang sangat destruktif.
          Berbicara   kembali   mengenai   kualitas   sumber   daya   manusia   di Indonesia dirasakan tepat jika kualitas dihubungkan dengan situasi lingkungan pendidikan formal apalagi jika hal ini dikaitkan dengan keberadaan kelompok- kelompok remaja yang disebut gang remaja yang sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa yang nantinya akan sangat berpengaruh terhadap nilai akademiknya. Sebuah kualitas pendidikan formal dapat diketahui dalam bentuk nilai prestasi akademik yang diperoleh di bangku pendidikan. Ketika sebuah gang yang notabene personilnya merupakan remaja di bangku sekolah akan memberikan dampak kepada dunia pendidikan baik secara langsung maupun tidak  langsung  dan  dapat  berupa  dampak  yang  positif  atau  sebuah  dampak yang buruk untuk kemajuan dunia pendidikan.
          Mengenai    proses belajar dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan  adanya  perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi akademik siswa.
          Proses belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang  penting. Karena melalui belajar, individu mengenal  lingkungannya  dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya, jika dia berhasil beradaptasi mampu memilah yang mana dianggap baik dan buruk untuk dirinya tentu saja akan membawanya menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Irwanto (1997:105) belajar  merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Sedangkan  prestasi  belajar  menurut  Yaspir  Gandhi  Wirawan  dalam Murjono (1996 :178) adalah: “Hasil yang dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai   raportnya. Melalui prestasi belajar seorang siswa dapat mengetahui  kemajuan-kemajuan  yang telah dicapainya dalam belajar.”
          Dalam  kenyataannya  kegiatan  gang  yang  tumbuh  dalam  lingkungan sekolah sangat memungkinkan pelajar untuk terlibat besar didalamnya disebabkan  gang  merupakan  kelompok  sosial  yang  mudah  terbentuk  akibat dari  kedekatan  dan  persamaan  tujuan  antar  siswa  sehingga  secara  otomatis dapat  memberikan  dampak  tersendiri  dalam  usaha  belajarnya  untuk  meraih prestasi  belajar  yang  maksimal  dan  dalam  kegiatan  gang itu  sendiri  menjadi daya tarik bagi pelajar untuk berpartisipasi juga di dalam gang yang kegiatan dari gang itu cenderung  bersifat destruktif. Sebuah keterkaitan yang terlihat antara proses pembelajaran di sekolah dengan  kegiatan  gang  yang  bersifat  destruktif.  Tentu menggelitik berbagai pihak terutama sekolah untuk melakukan upaya guna menyeimbangkan kedua aspek tersebut, dengan orientasi meningkatkan mutu pendidikan. Berangkat dari latar belakang masalah tersebut, keadaan ini tentunya amat menarik untuk dikaji secara mendalam. Penulis hendak melakukan studi penelititan terhadap masalah tersebut yang merupakan sebuah dilematika yang sangat  bertolak belakang dengan  tujuan  sekolah  sebagai  pencetak  generasi bangsa yang berbudi luhur namun justru sebaliknya dapat menurunkan kualitas   sumber daya   manusia   kita   dari   aspek   moral sedangkan lokasi peneli-tian yang dipilih merupakan tempat yang seharusnya lebih mengutamakan pendidikan budi pekerti.
4.      RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan atas latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah diantaranya :
1.        Bagaimanakah   pengaruh   nilai   akademik   pelajar   SMAN 2 Negara dengan aktivitas mengikuti kegiatan gang?
2.        Apa sajakah faktor yang mempengaruhi pelajar SMAN 2 Negara sehingga  mengesampingkan  kegiatan  belajar  dan  bersikap  loyal  dalam mengikuti aktivitas kelompok gang?
3.        Bagaimanakah  strategi  pendidikan  pergaulan  yang  dapat  diberikan  untuk kepada pelajar SMAN 2 Negara sebagai solusi alternatif untuk meningkatkan sumber daya manusia ?
5.      TUJUAN
Berdasarkan atas rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa tujuan penelitian diantaranya :
1.      Untuk  mengetahui  pengaruh  kegiatan  mengikuti  aktivitas  gang  dengan nilai prestasi akademik atau belajar pada siswa SMAN 2 Negara.
2.      Untuk  mengetahui    hal-hal  yang  menjadi  faktor  seorang  pelajar  SMAN 2 Negara terlibat dalam aktivitas gang.
3.      Untuk mengetahui partisipasi sekolah sebagai sarana pendidikan dan peran serta  tenaga  pengajar  dalam  proses  belajar  mengajar  dan  terciptanya fenomena gang dalam lingkungan sekolah pada SMAN 2 Negara.
4.      Untuk  mengetahui  strategi  alternatif  pendidikan  pergaulan  yang  dapat diberikan kepada siswa SMAN 2 Negara.
5.      MANFAAT
Berdasarkan atas rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa tujuan penelitian diantaranya :
1. Secara Praktis
1.        Untuk  mengetahui  perkembangan  fenomena  gang  pelajar  di  sekolah menengah  tingkat  atas  di  kota  Negara  pada  umumnya  dan  pada khususnya pada pelajar SMAN 2 Negara dan pengaruhnya terhadap nilai prestasi akademik atau belajar.
2.        Memberikan   informasi   kepada   khalayak   luas   mengenai   strategi alternatif pendidikan pergaulan bagi pelajar sekolah menengah tingkat atas di kota Negara.
3.        Menjabarkan      informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan fenomena  gang  pelajar  di  lingkungan  sekolah  dengan  pengaruh  nilai prestasi akademik dan strategi alternatif pendidikan pergaulan di kota Negara.
4.        Sebagai bahan acuan penelitian bagi pihak-pihak terkait dan lembaga berkepentingan lainnya.
5.        Bagi peneliti agar lebih  mengetahui perkembangan gang dengan hal- hal yang menjadikannya sebuah pembahasan yang menarik.
2.   Secara Teoritis
1.        Sebagai sumbangan penelitian khususnya  di  bidang  permasalahan pendidikan.
2.        Sebagai  studi  kebudayaan  pelajar  di  kota Negara  khususnya  di bidang masalah pendidikan.
6.      HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut :
“Ada perbedaan hasil belajar siswa yang mengikuti aktifitas kegiatan dalam kelompok sosial (gang) dengan yang tidak mengikuti aktifitas kegiatan kelompok sosial (gang) “
7.      ASUMSI DAN KETERBATASAN
1.        Asumsi-Asumsi
Adapun asumsi dasar penelitian ini adalah :
1. Posisi pelajar sebagai remaja yang menghabiskan sebagian besar waktunya di  sekolah  dapat  memungkinkan  interaksi  seorang pelajar  dengan  pelajar yang lainnya disertai bentuk norma dan nilai-nilai tertentu sehingga dapat memudahkan untuk  membentuk  kelompok  pelajar  yang  berada  dalam lingkungan sekolah  sehingga  kelompok  itu  lazim  disebut  ”gang”  karena aktivitas mereka yang   cenderung merusak. Fenomena   gang   dalam lingkungan sekolah tentu memberikan suatu dampak bagi perkembangan pendidikan kita karena kualitas sumber daya manusia tidak hanya dilihat dari kualitas intelektual pelajar saja melainkan kualitas moral pun dipertimbangkan.
2. Adanya  korelasi  yang  menarik  antara  hal  apa  saja  yang  memotivasi seorang untuk belajar dengan aktivitas mengikuti kegiatan gang yang pada akhirnya dapat menentukan nilai prestasi akademik pelajar sebagai sumber daya manusia yang diaharapkan sebagai generasi penerus bangsa.
3. Fenomena gang dalam lingkungan sekolah tentunya memberikan hambatan   tersendiri bagi upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia   karena faktor pendidikan merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang  besar terhadap kemajuan sumber daya manusia maka sangat dibutuhkan suatu strategi penanganan yang tepat dan tidak merugikan berbagai pihak.
2.         Keterbatasan
Keterbatasan penelitian  ini  difokuskan  untuk  mengkaji  masalah  sosial  yang terjadi pada usia remaja dan khususnya pada pelajar. Mengingat keterbatasan waktu dan  kemampuan dalam  hal pengumpulan sampel maka peneliti  mengambil sampel  dari  pelajar  di  SMAN 2 Negara, Kabupaten Jembrana.  Oleh  karena  itu,  penelitian  ini membahas  tentang  kecenderungan  pelajar  untuk  menjadi  salah  satu  anggota ”gang” dan dampaknya  terhadap prestasi belajar  mereka diukur dari prestasi akademik atau belajarnya.
8.      TINJAUAN PUSTAKA
 Teori dan Konsep Kelompok Sosial Antar Murid Dalam Sekolah
1.        Teori Pembentukan Kelompok
Gang merupakan salah satu dari kelompok sosial yang dapat tercipta dalam  lingkungan  sekolah  hal  ini  dapat  terjadi  disebabkan  karena  pada dasarnya  manusia  merupakan  makhluk  sosial  yang  tidak  mungkin  dapat hidup sendiri di dunia. Terlebih lagi Sekolah Menengah Tingkat Atas yang muridnya  merupakan  remaja  yang  secara  psikologi  kemampuan  berpikir mereka  sedang  berkembang,  memperluas  pergaulan  sesama  siswa  dan berpaling  kepada  teman  sebaya  yang  lebih  mengerti  kondisi  emosi  kita. sehingga   tidak menerima lagi masukan orang tua secara mentah-mentah dan  sekolah  merupakan  tempat  kedua  mereka  setelah  dirumah  karena sebagian  waktu  mereka  dalam  sehari  mereka  habiskan  di  sekolah.  jadi sangat memungkinkan sekolah menjadi sarana untuk hal tersebut.
              Menurut Miftah dalam Fred (1981:319) banyak teori yang mencoba mengembangkan suatu anggapan mengenai   awal   mula terbentuk  dan tumbuhnya kelompok teori. Teori yang sangat mendasar tentang terbentuknya kelompok sosial  ini  adalah   mencoba  menjelaskan  tentang  adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Teori ini disebut dengan Propinquity  atau teori kedekatan. Maksud Teori Kedekatan  ini  adalah bahwa  seseorang  berhubungan  dengan  orang  lain,  disebabkan  karena adanya kedekatan ruang dan daerah (Spatial And Geographical Promixity). Teori ini mencoba  menjelaskan  bahwa  seorang  siswa  yang duduk  berdekatan  dengan  siswa  lainnya  akan  lebih  mudah  membentuk kelompok  dengan  seorang  siswa  yang  duduknya  berjauhan.  Sebenarnya ada  beberapa  riset  yang  dapat  mendukung teori  Propinqiuity  ini,  tetapi usaha tersebut hanya menjelaskan pada permukaan saja dari pembentukan kelompok sedangkan dari  pembentukan  kelompok  yang kompleks ini kurang sehingga memerlukan eksplorasi lebih lanjut.
              Teori Pembentukan Kelompok yang lebih   Komprehensif   adalah suatu  teori  yang  berasala  dari  George  Homans.  Teorinya berdasarkan aktifitas–aktifitas, Interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen (perasaan atau emosi). Tiga Elemen ini satu sama lain berhubungan secara langsung. Maksudnya semakin tinggi aktifitas-aktivitas seseorang, Interaksi seseorang  maka  semakin  tinggi  pula  sentimen  yang  ditularkan  (shared) kepada orang lain sehingga pembetukan kelompok social pun semakin cepat. Salah satu teori  yang agak menyeluruh (comphe-rensive) penjelasannya tentang   pembentukan  kelompok  ialah  teori  keseimbangan (a balance theory of group formation) yang dikembangkan oleh Theodore Newcomb.
              Teori  ini  menyatakan  bahwa  seseorang  tertarik  kepada  yang lain  adalaah  didasarkan  atas  kesamaan  sikap  di  dalam  menanggapi  suatu tujuan yang relevan satu sama lain. Sedangkan  teori  lain  adalah  didasarkan  pada  alasan-alasan  praktis (Practicalities   of   group   formation) contohnya   seorang siswa mungkin mengelompok disebabkan karena alasan ekonomi, keamanan atau alasan- alasan  sosial  demikian  seterusnya,  alasan–alasan  praktis  ini  membuat orang-orang dapat mengelompok dalam satu group. yang teramat penting dalam   memahami   pembentukan   kelompok–kelompok itu cenderung memberikan kepuasan terhadap kebutuhan–kebutuhan sosial         yang mendasar dari orang–orang yang mengelompok tersebut.
              Banyak teori    lain yang berusaha untuk dapat menjelaskan tentang pembentukan kelompok. Pada umumnya teori tersebut saling melengkapi, karena teori yang satu menerangkan dari sisi yang berbeda dari teori yang lain   sehingga   perbedaan   sisi   tadi   membuat   teori–teori   pembentukan kelompok tersebut saling melengkapi.
2.        Identifikasi dan Pengertian Gang Dalam Bentuk-Bentuk Kelompok Sosial
            Berdasarkan uraian teori diatas  yang melihat asal mulanya terben-tuknya kelompok sosial maka suatu kelompok dapat terbentuk dari berbagai  aspek  kehidupan  sehingga  para  sosiolog  dan  psikolog  yang mempelajari  peri-laku  sosial  dari  orang–orang  yang  mengelompok  dalam suatu   kelom-pok sosial (social group) mengidentifikasikan beberapa perbedaan dari tipe sesuatu kelompok.
            Dari identifikasi  yang mendasari   pembentukan   kelompok   sosial gang, maka klasifikasi kelompok sosialnya dikemukakan sebagai berikut :
1.      Gang Sebagai Kelompok Primer (Primary Group)
            Orang  yang  pertama  kali  merumuskan  dan  menganalisa  suatu kelompok  primer  ini  adalah  Charles  H.  Cooley  di  dalam  bukunya Organisasi–Organisasi Sosial (Social Organizations). yang diterbitkan untuk pertama kalinya tahun 1909, dia menulis sebagai berikut:
“By primary group I mean those characterized by intimate, face-to-face  association  and  cooperation.  They  are  primary  in  several senses, but chiefly in that they are fundamental in forming the sosial nature and ideals of the individuall” (Charles  H.  Cooley, 1909)
Berdasarkan  penjelasan  tersebut,  Menurut  Cooley sebagaimana yang dikutip dari Fred Luthans kelompok–kelompok primer itu adalah kelompok  yang  disifati  dengan  adanya  keakraban,  kerjasama,  dan hubungan tatap muka. Mereka utama dalam berbagai pengertian, tetapi pada  pokoknya,  mereka  merupakan  dasar dalam  penbentukan  sifat sosial dan cita-cita individu. Konsep kelompok primer dari Cooley ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari buah pendapat George  Homans  didalam  buku  klasiknya  yang  berjudul  The  Human Group  (kelompok  manusia)  Homans  mendefinisikan  suatu  kelompok sebagai berikut:
“A  number  of  persons  who  communicate  with  one  another  often over a span   of time, and who are few enough so that each person is able  to  communicate  with  all  of  others,  not  at  secondhand,  through other people, but face-to-fac” (George  Homans)
Menurut uraian   tersebut,   sejumlah   orang   yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi dengan lainnya melampaui   rentang  kendali   waktu,   sehingga   setiap   orang  mampu berkomunikasi  secara  langsung  bertatap  muka  dengan  lainnya  dan tidak melalui perantara. terkadang istilah kelompok kecil (small group) atau  sering  disingkat  dengan  klik  dan  Kelompok  primer  (primary group) dipakai silih berganti, secara teknis ada bedanya. Menurut Miftah dalam bukunya Sosiologi Pendidikan menjelaskan “Suatu kelompok kecil dijumpai hanya dihubungkan dengan suatu kritera ukuran jumlah anggota kelompoknya, yakni kecil. Dan  pada  umumnya  tidak  diikuti  dengan  spesifikasi  berupa  jumlah yang  tepat  untuk  kelompok  kecil  tersebut. Tetapi  kriteria  yang  dapat diterima  ialah  bahwa  kelompok  tersebut  haruslah  sekecil  mungkin untuk   berhubungan   dan   berkomunikasi   secara   tatap   muka.   Suatu kelompok   primer   haruslah   mempunyai   suatu   perasaan   keakraban, kebersamaan,  loyalitas  dan  mempunyai  tanggapan  yang  sama  dengan nilai-nilai dari anggotanya”.
            Dengan demikian semua kelompok primer adalah kelompok yang kecil ukurannya, tetapi tidak semua kelompok kecil  adalah  kelompok primer. maka contoh kelompok primer adalah keluarga, kelompok kolega (peer group). Menurut psikolog Dra winarini Wilman yang mengutip psikolog Santrock.  biasanya  dalam  lingkungan  sekolah  banyak  remaja  yang membentuk   kelompok-kelompok   pertemanan.   mereka   terdiri   atas orang-orang  yang  merasa  punya  ikatan  kuat.  Mereka  kelihatan  selalu bersama–sama dalam melakukan aktivitas kelompok-kelompok pertemanan inilah yang dinamakan Peer Group bahwasanya kita sering biasanya menyebutnya Gang. Peer  group  atau  gang  merupakan  sekumpulan remaja   yang   sebaya   yang   mempunyai   hubungan erat dan saling menguntungkan yang terjadi karena seringnya   berinteraksi   antar sesama anggotanya.
2.      Gang merupakan bentuk Kelompok Informal
Menurut Soekanto, adapun yang dimaksud dengan informal group tidak  mempunyai  struktur  dan  organisasi  yang  tertentu  atau  yang  pasti. Kelompok-kelompok   tersebut   biasanya   terbentuk   karena   pertemuan– pertemuan   yang   berulang-ulang   kali   menjadi   dasar   bagi   bertemunya kepentingan-kepentingan  dan  pengalaman  yang  sama.  Suatu  contoh  lain adalah Clique yang merupakan suatu kelompok kecil tanpa struktur formil yang  sering  timbul  dalam  kelompok-kelompok  besar.  Clique  tersebut ditandai dengan adanya pertemuan–pertemuan timbale balik antara anggota-anggotanya biasanya hanya bersifat "antara kita " saja. Sedangkan menurut dalam buku Perilaku Organisasi. kelompok Informal  merupakan  suatu  kelompok  yang  tumbuh  dari  proses  Interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Anggota kelompok tidak diatur dan diangkat, keanggotaaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu  dan  kelompok.  Kelompok  Informal  ini  sering  timbul  dalam kelompok  formal,  karena  adanya   beberapa  anggota  yang  secara  tertentu mempunyai  nilai-nilai  yang  sama  yang  perlu  ditularkan  (shared)  sesama anggota  lainnya  Kadangkala  kelompok  Informal  berkembang  atau  keluar dari kelompok formal.
Dengan demikian dari pembahasan diatas, gang merupakan contoh dari   Clique   yang   secara   teknis   memiliki   kesamaan   karena   anggota-anggotanya  adalah  remaja  yang  terbentuk  dengan  seringnya  bertemu  dan membentuk  kelompok  pertemanan  yang  arahnya  dapat  negatif  ataupun positif  tergantung  dari  nilai-nilai  yang  ditularkan  pada  anggota  lainnya. dan merupakan bagian dari kelompok formal   karena biasanya suatu gang memiliki nilai–nilai yang bertentangan dengan nilai dari kelompok formal sehingga  gang  cenderung  berkembang  diluar  kelompok  formal  namun masih dalam bentuk membatasi jarak sosial saja. Dalam  Kamus  Inggris  Indonesia  menurut  John  M.  Echols  dan Hassan  Shadily secara  etimologis  Gang  berasal  dari  bahasa  inggris  yang berarti gerombolan atau kumpulan yang menguasai daerah tertentu dalam lingkungan tempat tinggal (keberadaannya). (2002;263) Dan dapat juga diartikan sebagai kependekan dari   gangster,   yang terjemahannya  adalah  bandit  atau  penjahat.  Sedangkan  penulisan  gang merupakan  kata  serapan  dalam  bahasa  indonesia  dari  bahasa  asing,  jelas karena  menyesuaikan  fonetik  asalnya.  Paling  tidak,  agar  berbeda  dengan gang yang berarti celah atau lorong.
3.      Perasaan In-Group dan Out-Group Sebagai bentuk solidaritas Kelompok
Pengertian tentang kelompok mendapatkan suatu sumbangan penting, yang  masih  berharga,  dari  William  Graham  Summer  (1840-1910)  dengan ajarannya  tentang  "in-group"  dan  "out-group"  feeling  antara  anggota  suatu kelompok  terdapat  perasaan  ikatan  dari  yang  satu  terhadap  yang  lain,  yang disebut  perasaan  dalam  berkelompok  atau  "in-group"  sebaliknya  terhadap orang  dari  luar  terdapat  perasaan  yang  disebut  luar  kelompok  atau  "out- group". Anggota  kelompok  itu  sendiri  dipandang  sebagai  "orang  kita"  bukan orang lain.dan webagainya karena sedikit banyak telah teridentifikasi diantara oknum dalam kelompok tersebut sedangkan sedangkan anggota kelompok lain dipandang sebagai" orang asing " atau "bukan orang kita". Perasaan  "in-group"  terhadap  "orang kita" dapat  bervariasi  dari  sikap ramah  tamah  dan  good-will  sampai  solidaritas  berlebihan  Begitu  pula  sikap Out-Group dapat beralih sikap menyisih orang lain sampai sikap bermusuhan keras. Dari perasaan ini cenderung dapat membentuk suatu kelompok menjadi lebih anarkis terhadap berbagai kelompok yang ada disekitarnya.
4.      Dinamika  Hubungan  Antar anggota  Dalam  Gang  (Primary  group)  di Sekolah
            Menurut   Muhibbin   Pengelompokan   dan   pembetukan   klik  (clique) mudah terjadi di sekolah. Suatu klik terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa  persahabatan yang akrab, mereka saling merasakan apa yang dialami oleh  salah  seorang  anggota  kelompoknya  dan  saling  mengungkapkan  apa yang  terkandung  dalam  hatinya  termasuk  rahasia  dengan  orang  lain  dan berbagai kesulitan pribadi lainnya. keanggotaan klik bersifat sukarela dan tak- formal.  seorang  diterima  atau  ditolak  atas  kesepakatan bersama. Walaupun klik dalam bentuk gang ini tidak mempunyai peraturan yang jelas, namun ada nilai-nilai yang dijadikan dasar untuk menerima anggota baru dan menindaknya  bila  ia  tidak  memenuhi  syarat-syarat  itu  serta  menjalankan berbagai   kegiatan di dalam   kelom-pok ini, menjalankan   segala   kegiatan bersama. Anggota  klik  merasa  diri bersatu  dan  merasa  diri  kuat  dan  penuh kepercayaaan berkat rasa persatuan dan kekompakan itu. Mereka mengutamakan  kepentingan kelompok  di  atas  kepentingan  individual  dan sikap ini dapat menimbulkan konflik orang tua, sekolah dan klik-klik lainnya. bila klik ini mempunyai sikap anti-sosial maka klik itu dapat menjadi "gang".
            Orang   luar,   khususnya   orang   tua   dan   guru   sering   tidak   dapat memahami   makna   klik   bagi   anggota-anggotanya   dan   karena   itu   justru cenderung meremeh-kannya. Akibatnya pemuda justru makin merapatkan diri dengan kelompoknya yang memberi kekuatan kepadanya untuk membebaskan diri dari kekuasaan dan pengawasan orang tua, sekolah dan lembaga–lembaga lainnya. Dari  Kelompoknya  ia  yakin  mendapat  bantuan  penuh  akan  tetapi sebaliknya tiap anggota harus menunjukkan kesetiaanya kepada kelompoknya itu.  Mereka  yang tidak patuh akan disingkirkan dan ancaman akan dianggap pengkhianat terhadap klik atau gang itu menjamin kekompakannya.
            Lantaran bukan  organisasi  formal,  kedudukan  gang  tersebut  tak  pernah  jelas.  tidak memiliki domisili lazimnya pusat cabang sebuah organisasi. Satu-satunya penanda keberadaan dan kolektivismenya, hanyalah logo atau  inisial  singkatan  nama  gang  yang  berceceran  dimana-mana.  Pokoknya ditempat-tempat  umum  yang  mudah  dilihat  orang.  Penyebaran  ini  dengan corat–coret  dinding  akan  semakin  baik  bila  semakin  banyak  dan  bertujuan untuk pertama, dikenal masyarakat, kedua merupakan simbol bahwa kekuatan kekuasaan)  mereka  juga  besar,  ketiga  sebagai  kampanye  menarik  calon simpatisan  namun  biasanya  pada  tempat–tempat  tertentu  yang  jelas  bahwa yang  jelas  berada  dalam  kekuasaan  gang  tertentu,  biasanya  gang  lain  tak berani mengadalkan posisi ketua akan intimidasi terrhadap gang yang lebih besar. Dalam struktur sosial gang, posisi ketua tak ubahnya raja kecil. Selain jadi panutan, pelindung, juga menjadi motor penggertak aktivitas. Maka Ketua biasanya  anak  pilihan  pemberani,  cerdik,  licik,  disegani.  Sebab  kata  dan tidakannya   merupakan   hukum   dan   tidakannya   merupakan   hukum   serta undang-undang  yang  harus  dipatuhi  anak  buahnya.  dan  biasanya  kekuasaan tidak  hanya  berlanjut  pada  sisi  itu  saja  tapi  kepada  hal  materi  baik  secara periodik,   maupun   insidental,   anggota   gang   wajib   menyediakan "upeti" kepadanya.
            Jadi hidup-matinya gang sebenarnya sangat ditentukan oleh tokoh- tokohnya. Mulai   dari   pucuk   pimpinan   sampai   ketua   sampai   ketua   dalam lingkungan tertentu mereka pulalah yang paling banyak memperoleh manfaat nyata dari tradisi gang dilihat dari posisi pribadinya sebagai remaja, sembilan puluh persen aktivitas gang sama sekali tidak mencerminkan manfaat positif bagi   pelakunya   dan   kegiatan–kegiatan   gang   dimana–mana   sama   yakni menjurus  ke  hal-hal  yang  bersifat  destruktif.  Sama  sekali  bukan  kegiatan kepemudaan yang konstruktif.
 Evaluasi dan Prestasi Belajar
1.   Definisi Evaluasi dan belajar
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai  tujuan  yang  telah  ditetapkan  dalam  sebuah  program.  padanan kata  evaluasi  adalah  Assesment  yang  menurut  Tardif  et.al(1989),  berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai oleh sisiwa sesuai  dengan  kriteria  yang  telah  ditetapkan.  Selain  kata  evaluasi  dan assesment  adapula  kata  lain  yang  searti  dan  lebih  masyhur  dalam  dunia pendidikan kita yakni tes, ujian dan ulangan. Sedangkan menurut Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching For Learning:  The  View  From  Cognitive  Psichology  mendefinisikan  belajar dalam   tiga   macam   rumusan   yaitu   rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif   (ditinjau   dari   sudut   jumlah),   belajar   adalah kegiatan pengisian ataau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta yang  sebanyak-banyaknya.  jadi,  belajar  dalam  hal  ini  dipandang  sebagai berapa banyak materi yang dikuasai siswa. Secara   institusional   (tinjauan   kelembagaaan)   belajar   dipandang sebagai  proses  validasi  (pengabsahan)  terhadap  penguasaan  siswa  atas materi–materi yang telah ia pelajari. Bukti Institusional yang menunjukkan siswa   telah   belajar   dapat   diketahui   dalam   hubunganya   dalam   proses mengajar.  ukurannya  ialah,  semakin  baik  mutu  mengajar  yang dilakukan oleh  guru  akan  semakin  baik  pula  mutu  perolehan  siswa  yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai.
Adapun  pengertian  belajar  secara  kualitatif  (tinjauan  mutu)  ialah proses  memperoleh  arti-arti  dan  pemahaman-pemahaman  serta  cara-cara menafsirkan   dunia   di   sekeliling   siswa.   belajar   dalam   pengertian   ini difokuskan  pada  tercapainya  daya  pikir  dan  tindakan  yang  berkualitas untuk  memecahkan  masalah-masalah  yang  kini  dan  nanti  dihadapi  oleh siswa. Bertolak  dari  definisi-definisi  diatas  secara  umum  belajar  dapat diartikan  sebagai  tahapan  perubahan  seluruh  tingkah  laku  individu  yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar  merupakan  suatu  proses,  sedangkan  prestasi  belajar  adalah  hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi  seorang  siswa  belajar  merupakan  suatu  kewajiban.  Berhasil atau  tidaknya  seorang  siswa  dalam  pendidikan  tergantung  pada  proses belajar yang dialami oleh siswa tersebut. Menurut  Logan,  dkk  (1976)  dalam  Sia  Tjundjing  (2001:70)  belajar dapat  diartikan  sebagai  perubahan  tingkah  laku  yang  relatif  menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan. Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997:193)  berpendapat  bahwa  belajar  pada  manusia  dapat  dirumuskan sebagai   suatu   aktivitas   mental   atau   psikis   yang   berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan- perubahan  dalam  pengetahuan  dan  nilai  sikap.  Perubahan  itu  bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar  tidak  hanya  dapat  dilakukan  di  sekolah  saja,  namun  dapat dilakukan dimana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan masyarakat. Irwanto  (1997:105)  berpendapat  bahwa  belajar  merupakan proses  perubahan  dari  belum  mampu  menjadi  sudah  mampu  dan  terjadi dalam  jangka  waktu  tertentu.  Sedangkan  menurut  Mudzakir  (1997:34) belajar  adalah  suatu  usaha  atau  kegiatan  yang  bertujuan  mengadakan perubahan  di  dalam  diri  seseorang,  mencakup  perubahan  tingkah  laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya.
Di  dalam  belajar,  siswa  mengalami  sendiri  proses  dari  tidak  tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998:231: “Belajar yang sebaik-baiknya   adalah   dengan   mengalami   dan   dalam mengalami  itu pelajar mempergunakan  panca inderanya.  Panca indera tidak  terbatas  hanya  indera  pengelihatan  saja,  tetapi  juga  berlaku  bagi indera yang lain.” Belajar  dapat  dikatakan  berhasil  jika  terjadi  perubahan  dalam  diri siswa,  namun  tidak  semua  perubahan  perilaku  dapat  dikatakan  belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Muhibbidin Syah, 2000:116) antara lain:
1.      Perubahan Intensional
Perubahan  dalam  proses  berlajar  adalah  karena  pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa   menyadari   bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.
2.      Perubahan Positif dan Aktif
Positif  berarti  perubahan  tersebut  baik  dan  bermanfaat  bagi kehidupan  serta  sesuai  dengan  harapan  karena  memperoleh  sesuatu yang baru,  yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan   tersebut   terjadi   karena   adanya   usaha   dari   siswa   yang bersangkutan.
3.      Perubahan Efektif dan Fungsional
Perubahan  dikatakan  efektif  apabila  membawa  pengaruh  dan manfaat  tertentu  bagi  siswa.  Sedangkan  perubahan  yang  fungsional artinya   perubahan   dalam   diri   siswa   tersebut   relatif   menetap   dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.
Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar   adalah   suatu   proses   usaha   yang   dilakukan   siswa   untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja,  disadari  dan  perubahan  tersebut  relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang  mengalami  kegagalan.  Kadang  ada  siswa  yang  memiliki  dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya. Untuk  meraih  prestasi  belajar  yang  baik  banyak  sekali  faktor- faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Sumadi Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer dan Stone (Winkle, 1997 : 591),  secara garis besar faktor- faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal :
1.      Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi  prestasi  belajar.  Faktor  ini  dapat  dibedakan  menjadi dua kelompok, yaitu:
1).  Faktor fisiologis
Dalam  hal  ini,  faktor  fisiologis  yang  dimaksud  adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera.
1.      Kesehatan badan
Untuk   dapat   menempuh   studi   yang   baik   siswa   perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah  dapat  menjadi  penghalang  bagi  siswa  dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan  fisiknya,  siswa  perlu  memperhatikan  pola  makan  dan pola  tidur,  untuk  memperlancar  metabolisme  dalam  tubuhnya. Selain itu, juga  untuk  memelihara  kesehatan  bahkan  juga  dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
2.      Panca indera
Berfungsinya panca indera    merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan  baik.  Dalam  sistem  pendidikan dewasa   ini   di   antara   panca indera   itu   yang  paling  memegang peranan  dalam  belajar  adalah  mata  dan  telinga.  Hal  ini  penting, karena   sebagian   besar   hal-hal   yang   dipelajari   oleh   manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak  yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.
2). Faktor Psikologis
Ada  banyak faktor  psikologis  yang  dapat  mempengaruhi  prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
1.  Inteligensi
Pada  umumnya,  prestasi  belajar  yang  ditampilkan  siswa mempunyai  kaitan  yang  erat  dengan  tingkat  kecerdasan  yang dimiliki  siswa. Menurut Binet (Winkle,1997  :529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mem-pertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian  dalam  rangka  mencapai  tujuan  itu  dan  untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif. Taraf  inteligensi  ini  sangat  mempengaruhi  prestasi  belajar seorang  siswa,  di  mana  siswa  yang  memiliki  taraf  inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar  yang  lebih  tinggi.  Sebaliknya,  siswa  yang  memiliki taraf inteligensi  yang rendah diperkirakan juga  akan memiliki prestasi belajar yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin  jika  siswa  dengan  taraf  inteligensi  rendah  memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.
2.  Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan factor yang menghambat siswa    dalam menampilkan prestasi  belajarnya.  Menurut  Sarlito  Wirawan (1997:233) sikap  adalah  kesiapan  seseorang  untuk  bertindak secara  tertentu  terhadap  hal-hal  tertentu.  Sikap  siswa  yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.
3.  Motivasi
Menurut  Irwanto  (1997  :  193)  motivasi  adalah  penggerak perilaku.  Motivasi  belajar  adalah  pendorong  seseorang  untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam  belajar  karena  ia  ingin  belajar.  Sedangkan  menurut Winkle  (1991  :  39)  motivasi  belajar  adalah  keseluruhan  daya penggerak  di  dalam  diri  siswa  yang  menimbulkan  kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
2.   Faktor eksternal
Selain faktor-faktor  yang ada dalam diri siswa,  ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
1).  Faktor lingkungan keluarga
1.  Sosial ekonomi keluarga
Dengan  sosial  ekonomi  yang  memadai,  seseorang  lebih berkesempatan  mendapatkan  fasilitas  belajar  yang  lebih  baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah
2. Pendidikan orang tua
Orang   tua   yang   telah   menempuh   jenjang   pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan   yang   mempunyai   jenjang   pendidikan   yang   lebih rendah.
3.      Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat  berpretasi  bagi  seseorang.  Dukungan  dalam  hal  ini bisa  secara  langsung,   berupa  pujian  atau  nasihat;  maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2).  Faktor lingkungan sekolah
1.  Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu         kelancaran proses belajar mengajar di sekolah; selain bentuk  ruangan,  sirkulasi  udara  dan  lingkungan  sekitar  sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar.
2.  Kompetensi guru dan siswa
Kualitas   guru   dan   siswa   sangat   penting   dalam   meraih prestasi,  kelengkapan  sarana  dan  prasarana  tanpa  disertai  kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa  merasa   kebutuhannya  untuk  berprestasi   dengan  baik  di sekolah   terpenuhi,   misalnya   dengan   tersedianya   fasilitas   dan tenaga   pendidik   yang   berkualitas,   yang   dapat   memenihi   rasa ingintahuannya,   hubungan   dengan   guru   dan   teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang  menyenangkan.  Dengan  demikian,  ia  akan  terdorong  untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
4.      Kurikulum dan metode mengajar
Hal  ini  meliputi  materi  dan  bagaimana  cara  memberikan materi  tersebut  kepada  siswa. Metode pembelajaran yang  lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan (1994:122)  mengatakan  bahwa  faktor  yang paling penting  adalah faktor  guru.  Jika  guru  mengajar  dengan  arif  bijaksana,  tegas, memiliki   disiplin   tinggi,   luwes   dan   mampu   membuat   siswa menjadi  senang  akan  pelajaran,  maka  prestasi  belajar  siswa  akan cenderung  tinggi,  palingtidak  siswa  tersebut  tidak  bosan  dalam mengikuti pelajaran.
3).  Faktor lingkungan masyarakat
1.  Sosial budaya
Pandangan  masyarakat  tentang  pentingnya  pendidikan  akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar.
2. Partisipasi terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
3.  Keterkaitan antara mengikuti kegiatan gang dengan prestasi belajar pada siswa  SMU
Sebuah laporan dari National Center for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial : yakni pada diri sendiri dan mempunyai minat;   tahu           pola   perilaku   yang   diharapkan   orang   lain   dan   bagaimana mengendalikan   dorongan   hati   untuk   berbuat   nakal;   mampu   menunggu, mengikuti  petunjuk  dan  mengacu  pada  guru  untuk  mencari  bantuan;  serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir  semua  siswa  yang  prestasi  sekolahnya  buruk,  menurut  laporan tersebut,   memiliki   satu   atau   lebih   unsur-unsur   dari   dampak kegiatan berkelompok dengan teman yang saling mempengaruhi ini (tanpa memperdulikan  apakah  mereka  juga  mempunyai kesulitan-kesulitan  kognitif seperti ketidakmampuan belajar). (Goleman, 2002:273). Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya.
Hal positif akan diperoleh bila   anak diajarkan keterampilan dasar emosional,   secara emosional  akan  lebih  cerdas,  penuh  pengertian,  mudah  menerima  perasaan- perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri,  sehingga  pada  saat  remaja  akan  lebih  banyak  sukses  disekolah  dan dalam  berhubungan  dengan  rekan-rekan  sebaya  serta  akan  terlindung  dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).
Dari  uraian  di  atas  dapat  diambil  kesimpulan  bahwa  kegiatan  gang merupakan  contoh  dari  bentuk  perilaku  rendahnya  kecerdasan  emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang  memiliki  kebutuhan  untuk  meraih  prestasi  belajar  yang  lebih  baik  di sekolah.
9.      METODE PENELITIAN
1.      Metode dan Desain Penelitian
Penelitian  ini  merupakan  penelitian  deskriptif,  yaitu  penelitian  dengan tujuan   untuk   menggambarkan   sebuah   objek   secara   detil.   Penelitian   ini dilakukan dengan  menggambarkan secara umum wilayah penelitian, kemudian  lebih  khusus  pada  komunitas-komunitas  siswa  yang  ada  di  SMAN 2 Negara yang seterusnya difokuskan pada gambaran komunitas  yang disebut  gang  secara  menyeluruh.  Dengan  ada  fokus  tersebut  akhirnya  dapat diambil  korelasi  antara  gang  dengan  nilai  belajar  sebagai  acuan  dampak mengikuti gang.
2.      Jenis Dan Sumber Data
Data  yang  diperlukan  dalam  penelitian  ini  meliputi  data  Primer,  yakni data  yang  langsung  diperoleh  dari  responden  yang  belum  pernah  diolah sebelumnya,  dan  data  sekunder,  yakni  data  yang  telah  tersedia  di  dalam berbagai  perpustakaan  atau  dalam  berbagai  dokumen-dokumen, baik itu berupa data primer maupun data sekunder yang akan dikumpulkan di dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori yaitu : 1)  data tentang fenomena gang dalam dunia         pendidikan,  2) data tentang faktor-faktor yang me-nyebabkan pelajar mengikuti aktifitas kelompok gang tersebut. Sumber  data  yang  digunakan  tergantung  pada  jenis  data.  Untuk  data sekunder  sumber  data  yang  digunakan  terdiri  dari  sumber  data  primer  dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang digunakan adalah data yang berasal dari orang yang terlibat langsung dalam peristiwa. Sedangkan sumber data sekunder yang digunakan adalah pendapat para ahli dan praktisi pendidikan  dan  psikolog, tulisan-tulisan,  artikel-artikel  dan  bahan- bahan  seminar  di  bidang  kebudayaan  Adapun  data  primer,  sumber  data diperoleh melalui penelitian di lapangan.
10.  Subjek dan Objek Penelitian
1.      Subjek Penelitian
Sesuai  permasalahan  yang  penulis  teliti,  penulis  menentukan  sebagai sasaran subjek penelitian adalah orang yang mengikuti aktivitas gang dan merupakan pelajar di SMAN 2 Negara Kabupaten Jembarana.
2.      Objek Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas maka obyek penelitian  peneliti adalah :
1.      Hubungan  antara  nilai  prestasi  akademik  dengan  aktivitas  pelajar mengikuti gang dengan berbagai hal yang mempengaruhinya.
2.      Strategi   pendidikan   pergaulan   sebagai   solusi   alternatif   terhadap dekadensi moral pelajar yang mengikuti aktivitas gang.
3.      Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  pelajar  untuk  mengikuti  kegiatan gang dan sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar.
3.  Informan penelitian
Dalam  penelitian yang peneliti lakukan ada beberapa informan yang diperlukan untuk memperoleh data penelitian, adapun Informan dalam penelitian ini adalah :
1.      1.   Bpk.   Drs .   I Nyoman Suandia S.pd.   beliau   merupakan   kepala sekolah dari SMAN 2 Negara.
2.      Ni Wayan Sri Hartiniwati merupakan ketua OSIS dari SMAN 2 Negara.
3.      Sdr.  Riawan Jono  merupakan orang  yang  berpengaruh  terhadap  Gang GANAS di  SMAN 2 Negara yang  memberikan  informasi  bagi  tokoh atau  pelajar  yang tergabung dalam  gang tersebut  dan  pihak  – pihak  yang bergabung dalam kelompok sosial ini.
4.      Ibu Sri Kandi S.pd adalah guru BK SMAN 2 Negara guru yang memberikan  dan  dapat  bersosialisasi  secara  baik  dengan  pelajar  SMAN 2 Negara yang tergabung dalam gang.
4.  Waktu Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan waktu selama 3 (tiga) bulan direncanakan  akan  dimulai  awal  bulan  Januari dan  selesai pada bulan Maret 2010.
5.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMAN 2 Negara Kabupaten Jembrana. Pemilihan terhadap wilayah lembaga edukasi yang berpredikat sekolah kajian yang berlokasi di kota Negara.
6.      Alasan Pemilihan Lokasi Penelitian
Adapun pertimbangan   kami dalam  memilih lokasi penelitian dikarenakan SMA tersebut memiliki potensial  dalam  hal  menyediakan  data  penelitian  juga  tempat  ini  merupakan SMA  yang berprestasi di tingkat daerah  pada tahun 2008 selain itu juga merupakan  sekolah  peneliti  sehingga  metode  dan  proses  penelitian  dapat berjalan   lebih   mudah   dan   tentunya   memiliki   kemudahan   tersendiri   dan wilayah penelitiannya di kota Negara yang merupakan kota tempat penulis berasal.
7.      Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan atau penelitian subyektif dari penelitian, jadi dalam hal ini penelitian menentukan sendiri responden mana yang   dianggap   dapat   mewakili   populasi   ( Burhan   Ashshofa, 1996 : 91 ). berdasarkan  hal  tersebut  maka  dipilih  responden  sebanyak  100  orang,  yaitu pelajar madrasah aliyah negeri yang dicurigai merupakan anggota dari gang– gang tersebut.
8.      Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 2 Negara tahun ajaran 2010/2011 pada semester 1. Sedangkan sample penelitian adalah siswa yang aktif mengikuti aktifitas kegiatan kelompok sosial (gang) GANAS yang eksis di SMAN 2 Negara.
9.      Teknik Pengumpulan Data
Suatu   cara mendapatkan   data   sebagai   bagian   bahan   penelitian dipergunakan data yang dapat dipercayai kebenarannya, pengumpulan data ini dilakukan melalui:
1)      Wawancara ( Interview)
Penelitian   yang   dilakukan   dengan   wawancara   langsung   dengan responden  untuk  memperoleh  data  yang  berkaitan  dengan  permasalahan dengan yang  diteliti.   Dalam wawancara   ini   penulis   menggunakan wawancara bebas terpimpin yaitu suatu jenis wawancara dimana pewawancara  membaca  pedoman  wawancara  secara  garis  besar  tentang hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara  bebas  terpimpin  dimaksudkan  untuk  mendapatkan  data yang penulis butuhkan dengan tidak mengurangi atau menganggu jalannya tugasnya  sehari-hari.  sehingga  data  yang  diperoleh  nantinya  merupakan data yang sangat dibutuhkan.
2)      Studi Pustaka (Library Research)
Penelitian  yang dilakukan  dengan  mengumpulkan  data  yang terdapat dalam buku-buku, literatur, tulisan ahli yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.
3)      Studi Dokumentasi
Mencari   dan   mengumpulkan   data   yang   diperoleh   dari   dokumen penting dari instansi terkait yang menjadi objek penelitian.
4)      Observasi
Mencari   dan   mengumpulkan   data   melalui   pengamatan   langsung terhadap subjek penelitian. Observasi digunakan apabila obyek penelitiannya bersifat perilaku manusia dan proses dalam suatu fenomena sosial.
5)      Angket
Peneliti  membagikan  daftar  pertanyaan  kepada  responden  untuk  diisi sesuai dengan kondisi yang dirasakan narasumber berkaitan dengan topik pembahasan.
11.  Teknik Analisis dan Penafsiran Data
1)      Analisa Data
Menurut  Matthew  (1992:16)  Analisa  terhadap  data  yang  diperoleh dilakukan  dengan  cara  kualitatif.  Analisa  kualitatif  ini  diperlukan  untuk menjelaskan   suatu   rangkaian   kaitan-kaitan   kausal   tentang   fenomena tertentu,  yang  bersifat  kompleks  dan  sulit  diukur  secara  pasti.  Menurut Matthew B. Miles dan A. M.Michael Huberman dalam bukunya berjudul Analisa  Data  Kualitatif  (terjemahan)  mengatakan  bahwa  : 
Kami  anggap bahwa analisa terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan/verifikasi Matthew  (1992)
Dengan   mengikuti   ketiga   alur   kegiatan   analisis   tersebut,   maka analisis yang dilakukan di dalam penelitian ini diawali dengan melakukan reduksi   data.   Bentuk   kegiatannya  adalah melakukan suatu proses pemilihan, penyederhanaan, pengkodean dan mengorganisasi  data. Langkah  berikutnya  adalah  penyajian  data,  yakni  terhadap  data  yang terkumpul  disusun  dalam  bentuk  teks   naratif.   atau   dengan   membuat matriks,   jaringan   dan   bagan   yang   dirancang   guna   menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Langkah terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Langkah  ini  dilakukan  dengan  melakukan  pengujian  terhadap  kebenaran atau validitas makna-makna yang muncul dari data dengan cara melakukan tinjauan  ulang  terhadap  catatan-catatan  lapangan,  atau  dilakukan  dengan menggunakan teknik pemeriksaan keabsahan data sebagai    mana dikemukakan  di  muka.  Selain  itu  dilakukan  pula  tukar  pikiran  dengan teman sejawat untuk mendapatkan tumbuh kuatnya keyakinan peneliti. Penelitian  ini  menggunakan  pula  analisa  proses  yang  bertitik  tolak pada   analisa   sistimatis.   Analisa   ini   digunakan   untuk   menjelaskan rangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bertahap dan sistematis terhadap   fenomena-fenomena   yang   telah   berulang   kali   terjadi   yang dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum.
2)      Penafsiran Data
Menurut  Lexy  dalam  Stauss  (1973).  Penafsiran  data  mempunyai tujuan yang akan dicapai Pada penelitian ini penafsiran data selain dengan tujuan  deskripsi  semata-mata,  dilakukan  pula  dengan  tujuan  deskripsi analitik.  Penafairan  data  dengan  tujuan  deskripsi  semata-mata,  analis menerima  dan  menggunakan  teori  dan  rancangan  organisasional  yang telah  ada  dalam  disiplin  ilmu.  Kemudian  dalam  melakukan  penafisiran data, analisis menemukan kategori-kategori dalam data dalam disiplin ilmu tertentu dan menyusunnya dengan jalan menghubungkan kategori-kategori ke dalam kerangka sistem kategori yang diperoleh dari data. Pada  penafsiran  data  dengan  tujuan  deskripsi  analitik  dilakukan dengan mengembangkan rancangan organisasional atau proposisi-proposisi dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang  disarankan  atau  yang  muncul  dari  data,  sehingga  dengan  demikian deskripsi  baru  yang  diinginkan  tercapai,  hal  mana  dapat  dikembangkan menjadi teori.



DAFTAR PUSTAKA

Arnyana, Ida Bagus Putu. 2007. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Singaraja : Bagian Ilmu Faal FK. UNUD.
Atkinson, Rita L., et all.1996. Pengantar Psikologi. Jakarta :Erlangga
Buzan, Tony.2003.Head First.Jakarta :Gramedia
Feldman, Robert S.1993.Understanding Psychology. United Stated of America : Mcgraw_hili inc.
Frankl, Victore e.2003.Logoterapi Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksitensi. Yogjakarta : Kreasi Wacana
Goleman, Daniel.2004.Emotional Intelligent (Kecerdasan Emosional). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, 1992. Analisa Data  Kualitatif, Jakarta:  Penerbit Universitas Indonesia.
Lexy J. Moeleong, 1999. Metodologi Penelitian Kualitatif .Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. Bandung Cetakan ke-10.
Goleman, Daniel.2000. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Goleman,   Daniel.2000.   Working   With   Emotional   Intelligence   (terjemahan).
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ngermanto , Agus.2005.Quantum Quotient (Kecerdasan Kuantum).Bandung : Nuansa
Pasiak, Taufiq.2006. Manajemen Kecerdasan : Memberdayakan IQ, SQ, EQ, Untuk Kesuksesan Hidup. Bandung :Mizan
Santosa, Imam Budi.2001.Kisah Polah Tingkah Potret Gaya Hidup Transformatif, Yogyakarta: LkiS
Soekanto,Soerjono.1985. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:Rajawali Press ctk.5
Muhibbin,  Syah.  (2000).  Psikologi  Pendidikan  dengan  Suatu  Pendekatan  baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Irwanto.  (1997). Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sarlito Wirawan. (1997). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sia, Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi
Pada Siswa SMU. Jurnal Anima Vol.17 no.1
Sumadi,  Suryabrata.  (1998).  Psikologi  Pendidikan.  Jakarta  :  PT.  Raja  Grafindo Persada .