1.
JUDUL
: PENGARUH AKTIFITAS KELOMPOK SOSIAL (GANG) YANG BERADA DI SMAN 2 NEGARA
TERHADAP KUALITAS HASIL BELAJAR SISWA DI SEKOLAH
2.
IDENTITAS
PENELITI
Nama : A.A. Gede Bayu Teja Pramana
NIM : 0713041015
Jurusan : Pendidikan Biologi
Fakultas : MIPA
3.
LATAR
BELAKANG
Remaja
merupakan sebuah masa transisi yang dilalui oleh semua insan manusia sebelum akhirnya
memasuki fase dewasa. Berbicara mengenai remaja, erat kaitannya dengan sebuah kualitas diri. Remaja
merupakan masa dimana terjadi sebuah
jalan persimpangan dalam hidupnya yang akhirnya dipilih sebagai bekal kehidupannya
kelak, dan proses pemilihan itu sangat erat kaitannya dengan kualitas diri seorang remaja dalam kegiatan proses
belajar mengajar yang dilaluinya semasa di bangku sekolah. Begitu luasnya aspek
yang bisa dibicarakan kaitannya dengan remaja, namun yang kini menjadi sebuah
permasalahan bagi masyarakat adalah hadirnya sosok remaja yang kurang peka terhadap
permasalahan–permasalahan sosial yang kini sedang terjadi di masyarakat.
Kota
Negara yang merupakan kota dari Kabupaten Jembrana, ternyata banyak memiliki
permasalahan sosial yang terjadi seperti halnya balap liar yang marak terjadi
di kota Negara yang bahkan sempat menjadi bahan berita acara kriminal di salah
satu stasiun televisi swasta di Indonesia, segala upaya sudah di upayakan untuk
mengatasinya oleh pihak yang berwajib, tidak mempengaruhi aktivitas
tersebut. Bukan lah hal yang patut
dibangkan jika para generasi muda diberitakan
di siaran televisi akibat
kegiatan yang bersifat negatif seperti itu. Ketika kualitas sumber daya manusia
dibicarakan dan dikaitkan dengan kehidupan remaja maka yang terjadi hanyalah
ketidaksesuaian antara kenyataan dan harapan. Harapan yang dimiliki setiap
orang tua dari pemuda pemudi yang ada di mana pun. Karena bahwasanya setiap
orang tua menginginkan yang terbaik bagi anak-anak mereka dari segi pergaulan
maupun pendidikan yang mereka jalani pada seusia mereka saat ini.
Banyak
fenomena–fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dan mengarah kepada aspek tersebut. Dan yang paling menonjol adalah
sebuah pembentukan kelompok-kelompok sosial non-formal yang disinyalir sebagai
sebuah mata rantai
kehidupan pada kehidupan para
remaja yang lazim disebut
”gangster” atau ”gang”. Adanya gangster seperti sebuah kelompok–kelompok sosial yang semu, karena terbentuk dari
sebuah jiwa bebas yang terhambur ketika langkah seorang remaja telah tetap dan
pasti. Namun, adanya fenomena gang tersebut tak
urung seperti perbedaan
dua keping mata uang yang berbeda. Satu
sisi mata uang menunjukkan
hal positif yaitu pembentukan
mental dan ajang solidaritas dari seorang remaja,
sedangkan sisi lainnya adalah sebuah bentuk pemberontakan jiwa yang
terkadang diaplikasikan dalam
bentuk anarkisme yang sangat
destruktif.
Berbicara kembali
mengenai kualitas sumber
daya manusia di Indonesia dirasakan tepat jika kualitas
dihubungkan dengan situasi lingkungan pendidikan formal apalagi jika hal ini
dikaitkan dengan keberadaan kelompok- kelompok remaja yang disebut gang remaja yang
sangat mempengaruhi motivasi belajar siswa yang nantinya akan sangat
berpengaruh terhadap nilai akademiknya. Sebuah kualitas pendidikan formal dapat
diketahui dalam bentuk nilai prestasi akademik yang diperoleh di bangku
pendidikan. Ketika sebuah gang yang notabene personilnya merupakan remaja di
bangku sekolah akan memberikan dampak kepada dunia pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung dan
dapat berupa dampak
yang positif atau
sebuah dampak yang buruk untuk
kemajuan dunia pendidikan.
Mengenai proses belajar dalam pendidikan formal, belajar
menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada
tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Hasil dari
proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi akademik siswa.
Proses
belajar yang terjadi pada individu memang merupakan sesuatu yang penting. Karena melalui belajar, individu mengenal
lingkungannya dan menyesuaikan diri dengan lingkungan disekitarnya,
jika dia berhasil beradaptasi mampu memilah yang mana dianggap baik dan buruk
untuk dirinya tentu saja akan membawanya menuju ke arah yang lebih baik. Menurut
Irwanto (1997:105) belajar merupakan
proses perubahan dari belum mampu menjadi mampu dan terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Dengan belajar, siswa dapat mewujudkan cita-cita yang diharapkan. Sedangkan prestasi
belajar menurut Yaspir
Gandhi Wirawan dalam Murjono (1996 :178) adalah: “Hasil yang
dicapai seorang siswa dalam usaha belajarnya sebagaimana dicantumkan di dalam nilai raportnya. Melalui prestasi belajar seorang siswa
dapat mengetahui kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dalam belajar.”
Dalam kenyataannya
kegiatan gang yang
tumbuh dalam lingkungan sekolah sangat memungkinkan pelajar
untuk terlibat besar didalamnya disebabkan
gang merupakan kelompok
sosial yang mudah
terbentuk akibat dari kedekatan
dan persamaan tujuan
antar siswa sehingga
secara otomatis dapat memberikan
dampak tersendiri dalam
usaha belajarnya untuk
meraih prestasi belajar yang
maksimal dan dalam
kegiatan gang itu sendiri
menjadi daya tarik bagi pelajar untuk berpartisipasi juga di dalam gang
yang kegiatan dari gang itu cenderung
bersifat destruktif. Sebuah keterkaitan yang terlihat antara proses
pembelajaran di sekolah dengan
kegiatan gang yang
bersifat destruktif. Tentu menggelitik berbagai pihak terutama
sekolah untuk melakukan upaya guna menyeimbangkan kedua aspek tersebut, dengan
orientasi meningkatkan mutu pendidikan. Berangkat dari latar belakang masalah
tersebut, keadaan ini tentunya amat menarik untuk dikaji secara mendalam.
Penulis hendak melakukan studi penelititan terhadap masalah tersebut yang
merupakan sebuah dilematika yang sangat
bertolak belakang dengan
tujuan sekolah sebagai
pencetak generasi bangsa yang berbudi
luhur namun justru sebaliknya dapat menurunkan kualitas sumber daya
manusia kita dari
aspek moral sedangkan lokasi
peneli-tian yang dipilih merupakan tempat yang seharusnya lebih mengutamakan
pendidikan budi pekerti.
4.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan atas latar belakang
yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa rumusan masalah
diantaranya :
1.
Bagaimanakah pengaruh
nilai akademik pelajar
SMAN 2 Negara dengan aktivitas mengikuti kegiatan gang?
2.
Apa sajakah faktor yang
mempengaruhi pelajar SMAN 2 Negara sehingga
mengesampingkan kegiatan belajar
dan bersikap loyal
dalam mengikuti aktivitas kelompok gang?
3.
Bagaimanakah strategi
pendidikan pergaulan yang
dapat diberikan untuk kepada pelajar SMAN 2 Negara sebagai solusi
alternatif untuk meningkatkan sumber daya manusia ?
5.
TUJUAN
Berdasarkan atas
rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa
tujuan penelitian diantaranya :
1.
Untuk mengetahui
pengaruh kegiatan mengikuti
aktivitas gang dengan nilai prestasi akademik atau belajar
pada siswa SMAN 2 Negara.
2.
Untuk mengetahui hal-hal yang
menjadi faktor seorang
pelajar SMAN 2 Negara terlibat
dalam aktivitas gang.
3.
Untuk mengetahui
partisipasi sekolah sebagai sarana pendidikan dan peran serta tenaga
pengajar dalam proses
belajar mengajar dan
terciptanya fenomena gang dalam lingkungan sekolah pada SMAN 2 Negara.
4.
Untuk mengetahui
strategi alternatif pendidikan
pergaulan yang dapat diberikan kepada siswa SMAN 2 Negara.
5.
MANFAAT
Berdasarkan atas rumusan masalah
yang telah dikemukakan sebelumnya dapat di rumuskan beberapa tujuan penelitian
diantaranya :
1.
Secara Praktis
1.
Untuk mengetahui
perkembangan fenomena gang
pelajar di sekolah menengah tingkat
atas di kota Negara pada
umumnya dan pada khususnya pada pelajar SMAN 2 Negara dan
pengaruhnya terhadap nilai prestasi akademik atau belajar.
2.
Memberikan informasi
kepada khalayak luas
mengenai strategi alternatif
pendidikan pergaulan bagi pelajar sekolah menengah tingkat atas di kota Negara.
3.
Menjabarkan informasi mengenai hal-hal yang terkait
dengan fenomena gang pelajar
di lingkungan sekolah
dengan pengaruh nilai prestasi akademik dan strategi
alternatif pendidikan pergaulan di kota Negara.
4.
Sebagai bahan acuan
penelitian bagi pihak-pihak terkait dan lembaga berkepentingan lainnya.
5.
Bagi peneliti agar
lebih mengetahui perkembangan gang
dengan hal- hal yang menjadikannya sebuah pembahasan yang menarik.
2. Secara Teoritis
1.
Sebagai sumbangan
penelitian khususnya di bidang
permasalahan pendidikan.
2.
Sebagai studi
kebudayaan pelajar di
kota Negara khususnya di bidang masalah pendidikan.
6.
HIPOTESIS
Berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai penulis dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis
sebagai berikut :
“Ada perbedaan hasil belajar siswa yang mengikuti aktifitas kegiatan dalam kelompok
sosial (gang) dengan yang tidak mengikuti aktifitas kegiatan kelompok sosial
(gang) “
7.
ASUMSI
DAN KETERBATASAN
1.
Asumsi-Asumsi
Adapun asumsi dasar penelitian ini adalah :
1. Posisi pelajar sebagai remaja yang menghabiskan
sebagian besar waktunya di sekolah dapat
memungkinkan interaksi seorang pelajar dengan
pelajar yang lainnya disertai bentuk norma dan nilai-nilai tertentu
sehingga dapat memudahkan untuk
membentuk kelompok pelajar
yang berada dalam lingkungan sekolah sehingga
kelompok itu lazim
disebut ”gang” karena aktivitas mereka yang cenderung merusak. Fenomena gang
dalam lingkungan sekolah tentu memberikan suatu dampak bagi perkembangan
pendidikan kita karena kualitas sumber daya manusia tidak hanya dilihat dari kualitas
intelektual pelajar saja melainkan kualitas moral pun dipertimbangkan.
2. Adanya
korelasi yang menarik
antara hal apa
saja yang memotivasi seorang untuk belajar dengan
aktivitas mengikuti kegiatan gang yang pada akhirnya dapat menentukan nilai
prestasi akademik pelajar sebagai sumber daya manusia yang diaharapkan sebagai
generasi penerus bangsa.
3. Fenomena gang dalam lingkungan sekolah tentunya memberikan
hambatan tersendiri bagi upaya pengembangan
kualitas sumber daya manusia Indonesia
karena faktor pendidikan merupakan faktor yang memberikan kontribusi yang besar terhadap kemajuan sumber daya manusia
maka sangat dibutuhkan suatu strategi penanganan yang tepat dan tidak merugikan
berbagai pihak.
2.
Keterbatasan
Keterbatasan penelitian ini
difokuskan untuk mengkaji
masalah sosial yang terjadi pada usia remaja dan khususnya
pada pelajar. Mengingat keterbatasan waktu dan
kemampuan dalam hal pengumpulan sampel
maka peneliti mengambil sampel dari
pelajar di SMAN 2 Negara, Kabupaten Jembrana. Oleh
karena itu, penelitian
ini membahas tentang kecenderungan
pelajar untuk menjadi
salah satu anggota ”gang” dan dampaknya terhadap prestasi belajar mereka diukur dari prestasi akademik atau
belajarnya.
8.
TINJAUAN
PUSTAKA
Teori
dan Konsep Kelompok Sosial Antar Murid Dalam Sekolah
1.
Teori
Pembentukan Kelompok
Gang
merupakan salah satu dari kelompok sosial yang dapat tercipta dalam lingkungan
sekolah hal ini
dapat terjadi disebabkan
karena pada dasarnya manusia
merupakan makhluk sosial
yang tidak mungkin
dapat hidup sendiri di dunia. Terlebih lagi Sekolah Menengah Tingkat
Atas yang muridnya merupakan remaja
yang secara psikologi
kemampuan berpikir mereka sedang
berkembang, memperluas pergaulan
sesama siswa dan berpaling
kepada teman sebaya
yang lebih mengerti
kondisi emosi kita. sehingga tidak menerima lagi masukan orang tua secara
mentah-mentah dan sekolah merupakan
tempat kedua mereka
setelah dirumah karena sebagian waktu
mereka dalam sehari
mereka habiskan di
sekolah. jadi sangat memungkinkan
sekolah menjadi sarana untuk hal tersebut.
Menurut Miftah dalam Fred
(1981:319) banyak teori yang mencoba mengembangkan suatu anggapan mengenai awal
mula terbentuk dan tumbuhnya kelompok
teori. Teori yang sangat mendasar tentang terbentuknya kelompok sosial ini
adalah mencoba
menjelaskan tentang adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Teori ini disebut dengan
Propinquity atau teori kedekatan. Maksud
Teori Kedekatan ini adalah bahwa
seseorang berhubungan dengan
orang lain, disebabkan
karena adanya kedekatan ruang dan daerah (Spatial And Geographical Promixity).
Teori ini mencoba menjelaskan bahwa
seorang siswa yang duduk
berdekatan dengan siswa
lainnya akan lebih
mudah membentuk kelompok dengan
seorang siswa yang
duduknya berjauhan. Sebenarnya ada beberapa riset
yang dapat mendukung teori Propinqiuity
ini, tetapi usaha tersebut hanya
menjelaskan pada permukaan saja dari pembentukan kelompok sedangkan dari pembentukan
kelompok yang kompleks ini kurang
sehingga memerlukan eksplorasi lebih lanjut.
Teori Pembentukan Kelompok yang lebih Komprehensif adalah suatu
teori yang berasala
dari George Homans.
Teorinya berdasarkan aktifitas–aktifitas, Interaksi-interaksi dan sentimen-sentimen
(perasaan atau emosi). Tiga Elemen ini satu sama lain berhubungan secara
langsung. Maksudnya semakin tinggi aktifitas-aktivitas seseorang, Interaksi
seseorang maka semakin
tinggi pula sentimen
yang ditularkan (shared) kepada orang lain sehingga
pembetukan kelompok social pun semakin cepat. Salah satu teori yang agak menyeluruh (comphe-rensive)
penjelasannya tentang pembentukan kelompok
ialah teori keseimbangan (a balance theory of group
formation) yang dikembangkan oleh Theodore Newcomb.
Teori ini
menyatakan bahwa seseorang
tertarik kepada yang lain
adalaah didasarkan atas
kesamaan sikap di
dalam menanggapi suatu tujuan yang relevan satu sama lain.
Sedangkan teori lain
adalah didasarkan pada
alasan-alasan praktis
(Practicalities of group
formation) contohnya seorang siswa
mungkin mengelompok disebabkan karena alasan ekonomi, keamanan atau alasan-
alasan sosial demikian
seterusnya, alasan–alasan praktis
ini membuat orang-orang dapat
mengelompok dalam satu group. yang teramat penting dalam memahami
pembentukan kelompok–kelompok itu
cenderung memberikan kepuasan terhadap kebutuhan–kebutuhan sosial yang mendasar dari orang–orang yang
mengelompok tersebut.
Banyak teori lain yang berusaha untuk dapat menjelaskan tentang
pembentukan kelompok. Pada umumnya teori tersebut saling melengkapi, karena
teori yang satu menerangkan dari sisi yang berbeda dari teori yang lain sehingga
perbedaan sisi tadi
membuat teori–teori pembentukan kelompok tersebut saling
melengkapi.
2.
Identifikasi
dan Pengertian Gang Dalam Bentuk-Bentuk Kelompok Sosial
Berdasarkan uraian teori diatas yang melihat asal mulanya terben-tuknya kelompok sosial maka suatu
kelompok dapat terbentuk dari berbagai
aspek kehidupan sehingga
para sosiolog dan
psikolog yang mempelajari peri-laku
sosial dari orang–orang
yang mengelompok dalam suatu
kelom-pok sosial (social group) mengidentifikasikan beberapa perbedaan
dari tipe sesuatu kelompok.
Dari identifikasi
yang mendasari pembentukan kelompok
sosial gang, maka klasifikasi kelompok sosialnya dikemukakan sebagai
berikut :
1.
Gang
Sebagai Kelompok Primer (Primary Group)
Orang yang pertama
kali merumuskan dan
menganalisa suatu kelompok primer
ini adalah Charles
H. Cooley di
dalam bukunya
Organisasi–Organisasi Sosial (Social Organizations). yang diterbitkan untuk
pertama kalinya tahun 1909, dia menulis sebagai berikut:
“By
primary group I mean those characterized by intimate, face-to-face association
and cooperation. They
are primary in
several senses, but chiefly in that they are fundamental in forming the
sosial nature and ideals of the individuall”
(Charles H. Cooley, 1909)
Berdasarkan penjelasan
tersebut, Menurut Cooley sebagaimana yang dikutip dari Fred
Luthans kelompok–kelompok primer itu adalah kelompok yang
disifati dengan adanya
keakraban, kerjasama, dan hubungan tatap muka. Mereka utama dalam
berbagai pengertian, tetapi pada
pokoknya, mereka merupakan
dasar dalam penbentukan sifat sosial dan cita-cita individu. Konsep
kelompok primer dari Cooley ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut
dari buah pendapat George Homans didalam
buku klasiknya yang
berjudul The Human Group
(kelompok manusia) Homans
mendefinisikan suatu kelompok sebagai berikut:
“A number
of persons who
communicate with one
another often over a span of time, and who are few enough so that each
person is able to communicate
with all of
others, not at
secondhand, through other people,
but face-to-fac” (George Homans)
Menurut uraian tersebut,
sejumlah orang yang terdiri dari beberapa orang yang
acapkali berkomunikasi dengan lainnya melampaui rentang
kendali waktu, sehingga
setiap orang mampu berkomunikasi secara
langsung bertatap muka
dengan lainnya dan tidak melalui perantara. terkadang
istilah kelompok kecil (small group) atau
sering disingkat dengan
klik dan Kelompok
primer (primary group) dipakai
silih berganti, secara teknis ada bedanya. Menurut Miftah dalam bukunya
Sosiologi Pendidikan menjelaskan “Suatu kelompok kecil dijumpai hanya dihubungkan
dengan suatu kritera ukuran jumlah anggota kelompoknya, yakni kecil. Dan pada
umumnya tidak diikuti
dengan spesifikasi berupa
jumlah yang tepat untuk
kelompok kecil tersebut. Tetapi kriteria
yang dapat diterima ialah
bahwa kelompok tersebut
haruslah sekecil mungkin untuk berhubungan
dan berkomunikasi secara
tatap muka. Suatu kelompok primer
haruslah mempunyai suatu
perasaan keakraban, kebersamaan, loyalitas
dan mempunyai tanggapan
yang sama dengan nilai-nilai dari anggotanya”.
Dengan demikian semua kelompok primer adalah kelompok
yang kecil ukurannya, tetapi tidak semua kelompok kecil adalah
kelompok primer. maka contoh kelompok primer adalah keluarga, kelompok
kolega (peer group). Menurut psikolog Dra winarini Wilman yang mengutip
psikolog Santrock. biasanya dalam
lingkungan sekolah banyak
remaja yang membentuk kelompok-kelompok pertemanan.
mereka terdiri atas orang-orang yang
merasa punya ikatan
kuat. Mereka kelihatan
selalu bersama–sama dalam melakukan aktivitas kelompok-kelompok
pertemanan inilah yang dinamakan Peer Group bahwasanya kita sering biasanya
menyebutnya Gang. Peer group atau
gang merupakan sekumpulan remaja yang
sebaya yang mempunyai
hubungan erat dan saling menguntungkan yang terjadi karena seringnya berinteraksi antar sesama anggotanya.
2.
Gang
merupakan bentuk Kelompok Informal
Menurut Soekanto,
adapun yang dimaksud dengan informal group tidak mempunyai
struktur dan organisasi
yang tertentu atau
yang pasti.
Kelompok-kelompok tersebut biasanya
terbentuk karena pertemuan– pertemuan yang
berulang-ulang kali menjadi
dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan
pengalaman yang sama.
Suatu contoh lain adalah Clique yang merupakan suatu
kelompok kecil tanpa struktur formil yang
sering timbul dalam
kelompok-kelompok besar. Clique
tersebut ditandai dengan adanya pertemuan–pertemuan timbale balik antara
anggota-anggotanya biasanya hanya bersifat "antara kita " saja. Sedangkan
menurut dalam buku Perilaku Organisasi. kelompok Informal merupakan
suatu kelompok yang
tumbuh dari proses
Interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Anggota
kelompok tidak diatur dan diangkat, keanggotaaan ditentukan oleh daya tarik
bersama dari individu dan kelompok.
Kelompok Informal ini
sering timbul dalam kelompok formal,
karena adanya beberapa
anggota yang secara
tertentu mempunyai
nilai-nilai yang sama
yang perlu ditularkan
(shared) sesama anggota lainnya
Kadangkala kelompok Informal
berkembang atau keluar dari kelompok formal.
Dengan demikian dari
pembahasan diatas, gang merupakan contoh dari
Clique yang secara
teknis memiliki kesamaan
karena anggota-anggotanya adalah
remaja yang terbentuk
dengan seringnya bertemu
dan membentuk kelompok pertemanan
yang arahnya dapat
negatif ataupun positif tergantung
dari nilai-nilai yang
ditularkan pada anggota
lainnya. dan merupakan bagian dari kelompok formal karena biasanya suatu gang memiliki
nilai–nilai yang bertentangan dengan nilai dari kelompok formal sehingga gang
cenderung berkembang diluar
kelompok formal namun masih dalam bentuk membatasi jarak
sosial saja. Dalam Kamus Inggris
Indonesia menurut John
M. Echols dan Hassan
Shadily secara etimologis Gang
berasal dari bahasa
inggris yang berarti gerombolan
atau kumpulan yang menguasai daerah tertentu dalam lingkungan tempat tinggal
(keberadaannya). (2002;263) Dan dapat juga diartikan sebagai kependekan dari gangster,
yang terjemahannya adalah bandit
atau penjahat. Sedangkan
penulisan gang merupakan kata
serapan dalam bahasa
indonesia dari bahasa
asing, jelas karena menyesuaikan
fonetik asalnya. Paling
tidak, agar berbeda
dengan gang yang berarti celah atau lorong.
3.
Perasaan
In-Group dan Out-Group Sebagai bentuk solidaritas Kelompok
Pengertian tentang
kelompok mendapatkan suatu sumbangan penting, yang masih
berharga, dari William
Graham Summer (1840-1910)
dengan ajarannya tentang "in-group" dan
"out-group"
feeling antara anggota
suatu kelompok terdapat perasaan
ikatan dari yang
satu terhadap yang
lain, yang disebut perasaan
dalam berkelompok atau
"in-group"
sebaliknya terhadap orang dari
luar terdapat perasaan
yang disebut luar
kelompok atau "out- group". Anggota kelompok
itu sendiri dipandang
sebagai "orang kita"
bukan orang lain.dan webagainya karena sedikit banyak telah
teridentifikasi diantara oknum dalam kelompok tersebut sedangkan sedangkan
anggota kelompok lain dipandang sebagai" orang asing " atau
"bukan orang kita". Perasaan
"in-group"
terhadap "orang kita"
dapat bervariasi dari
sikap ramah tamah dan
good-will sampai solidaritas
berlebihan Begitu pula
sikap Out-Group dapat beralih sikap menyisih orang lain sampai sikap
bermusuhan keras. Dari perasaan ini cenderung dapat membentuk suatu kelompok
menjadi lebih anarkis terhadap berbagai kelompok yang ada disekitarnya.
4.
Dinamika Hubungan
Antar anggota Dalam Gang
(Primary group) di Sekolah
Menurut
Muhibbin Pengelompokan dan
pembetukan klik (clique) mudah terjadi di sekolah. Suatu klik
terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab, mereka saling
merasakan apa yang dialami oleh
salah seorang anggota
kelompoknya dan saling
mengungkapkan apa yang terkandung
dalam hatinya termasuk
rahasia dengan orang
lain dan berbagai kesulitan
pribadi lainnya. keanggotaan klik bersifat sukarela dan tak- formal. seorang
diterima atau ditolak
atas kesepakatan bersama. Walaupun
klik dalam bentuk gang ini tidak mempunyai peraturan yang jelas, namun ada
nilai-nilai yang dijadikan dasar untuk menerima anggota baru dan
menindaknya bila ia
tidak memenuhi syarat-syarat
itu serta menjalankan berbagai kegiatan di dalam kelom-pok ini, menjalankan segala
kegiatan bersama. Anggota
klik merasa diri bersatu
dan merasa diri
kuat dan penuh kepercayaaan berkat rasa persatuan dan kekompakan
itu. Mereka mengutamakan kepentingan
kelompok di atas
kepentingan individual dan sikap ini dapat menimbulkan konflik orang
tua, sekolah dan klik-klik lainnya. bila klik ini mempunyai sikap anti-sosial
maka klik itu dapat menjadi "gang".
Orang luar, khususnya
orang tua dan
guru sering tidak
dapat memahami makna klik
bagi anggota-anggotanya dan
karena itu justru cenderung meremeh-kannya. Akibatnya pemuda
justru makin merapatkan diri dengan kelompoknya yang memberi kekuatan kepadanya
untuk membebaskan diri dari kekuasaan dan pengawasan orang tua, sekolah dan
lembaga–lembaga lainnya. Dari
Kelompoknya ia yakin
mendapat bantuan penuh
akan tetapi sebaliknya tiap
anggota harus menunjukkan kesetiaanya kepada kelompoknya itu. Mereka
yang tidak patuh akan disingkirkan dan ancaman akan dianggap pengkhianat
terhadap klik atau gang itu menjamin kekompakannya.
Lantaran bukan
organisasi formal, kedudukan
gang tersebut tak
pernah jelas. tidak memiliki domisili lazimnya pusat cabang
sebuah organisasi. Satu-satunya penanda keberadaan dan kolektivismenya,
hanyalah logo atau inisial singkatan
nama gang yang
berceceran dimana-mana. Pokoknya ditempat-tempat umum yang
mudah dilihat orang.
Penyebaran ini dengan corat–coret dinding
akan semakin baik
bila semakin banyak
dan bertujuan untuk pertama, dikenal
masyarakat, kedua merupakan simbol bahwa kekuatan kekuasaan) mereka
juga besar, ketiga
sebagai kampanye menarik
calon simpatisan namun biasanya
pada tempat–tempat tertentu
yang jelas bahwa yang
jelas berada dalam
kekuasaan gang tertentu,
biasanya gang lain
tak berani mengadalkan posisi ketua akan intimidasi terrhadap gang yang
lebih besar. Dalam struktur sosial gang, posisi ketua tak ubahnya raja kecil.
Selain jadi panutan, pelindung, juga menjadi motor penggertak aktivitas. Maka
Ketua biasanya anak pilihan
pemberani, cerdik, licik,
disegani. Sebab kata
dan tidakannya merupakan hukum
dan tidakannya merupakan
hukum serta undang-undang yang
harus dipatuhi anak
buahnya. dan biasanya
kekuasaan tidak hanya berlanjut
pada sisi itu
saja tapi kepada
hal materi baik
secara periodik, maupun insidental,
anggota gang wajib
menyediakan "upeti" kepadanya.
Jadi hidup-matinya gang sebenarnya sangat ditentukan oleh
tokoh- tokohnya. Mulai dari pucuk
pimpinan sampai ketua
sampai ketua dalam lingkungan tertentu mereka pulalah
yang paling banyak memperoleh manfaat nyata dari tradisi gang dilihat dari
posisi pribadinya sebagai remaja, sembilan puluh persen aktivitas gang sama sekali
tidak mencerminkan manfaat positif bagi
pelakunya dan kegiatan–kegiatan gang
dimana–mana sama yakni menjurus ke
hal-hal yang bersifat
destruktif. Sama sekali
bukan kegiatan kepemudaan yang
konstruktif.
Evaluasi dan Prestasi Belajar
1. Definisi Evaluasi dan belajar
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa untuk
mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam
sebuah program. padanan kata
evaluasi adalah Assesment
yang menurut Tardif
et.al(1989), berarti proses
penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai oleh sisiwa sesuai dengan
kriteria yang telah
ditetapkan. Selain kata
evaluasi dan assesment adapula
kata lain yang
searti dan lebih
masyhur dalam dunia pendidikan kita yakni tes, ujian dan
ulangan. Sedangkan menurut Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching For
Learning: The View
From Cognitive Psichology
mendefinisikan belajar dalam tiga
macam rumusan yaitu
rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif (ditinjau
dari sudut jumlah),
belajar adalah kegiatan pengisian
ataau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta yang sebanyak-banyaknya. jadi,
belajar dalam hal
ini dipandang sebagai berapa banyak materi yang dikuasai
siswa. Secara institusional (tinjauan
kelembagaaan) belajar dipandang sebagai proses
validasi (pengabsahan) terhadap
penguasaan siswa atas materi–materi yang telah ia pelajari.
Bukti Institusional yang menunjukkan siswa
telah belajar dapat
diketahui dalam
hubunganya dalam proses mengajar. ukurannya
ialah, semakin baik
mutu mengajar yang dilakukan oleh guru
akan semakin baik
pula mutu perolehan
siswa yang kemudian dinyatakan
dalam bentuk skor atau nilai.
Adapun pengertian
belajar secara kualitatif
(tinjauan mutu) ialah proses
memperoleh arti-arti dan
pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia
di sekeliling siswa.
belajar dalam pengertian
ini difokuskan pada tercapainya
daya pikir dan tindakan yang
berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang
kini dan nanti
dihadapi oleh siswa. Bertolak dari
definisi-definisi diatas secara
umum belajar dapat diartikan sebagai
tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu
yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Prestasi belajar tidak
dapat dipisahkan dari berbuatan belajar, karena belajar merupakan
suatu proses, sedangkan
prestasi belajar adalah
hasil dari proses pembelajaran tersebut. Bagi seorang
siswa belajar merupakan
suatu kewajiban. Berhasil atau
tidaknya seorang siswa
dalam pendidikan tergantung
pada proses belajar yang dialami
oleh siswa tersebut. Menurut Logan, dkk
(1976) dalam Sia
Tjundjing (2001:70) belajar dapat
diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan latihan. Senada dengan hal tersebut, Winkel (1997:193) berpendapat
bahwa belajar pada
manusia dapat dirumuskan sebagai suatu
aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan,
yang menghasilkan perubahan- perubahan
dalam pengetahuan dan
nilai sikap. Perubahan
itu bersifat relatif konstan dan berbekas.
Belajar tidak
hanya dapat dilakukan
di sekolah saja,
namun dapat dilakukan dimana-mana,
seperti di rumah ataupun dilingkungan masyarakat. Irwanto (1997:105)
berpendapat bahwa belajar
merupakan proses perubahan dari
belum mampu menjadi
sudah mampu dan
terjadi dalam jangka waktu
tertentu. Sedangkan menurut
Mudzakir (1997:34) belajar adalah
suatu usaha atau
kegiatan yang bertujuan
mengadakan perubahan di dalam
diri seseorang, mencakup
perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya.
Di dalam
belajar, siswa mengalami
sendiri proses dari
tidak tahu menjadi tahu, karena
itu menurut Cronbach (Sumadi Suryabrata,1998:231: “Belajar yang sebaik-baiknya adalah
dengan mengalami dan
dalam mengalami itu pelajar mempergunakan panca inderanya. Panca indera tidak terbatas
hanya indera pengelihatan
saja, tetapi juga
berlaku bagi indera yang lain.” Belajar dapat
dikatakan berhasil jika
terjadi perubahan dalam
diri siswa, namun tidak
semua perubahan perilaku
dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat
belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas (Muhibbidin Syah, 2000:116)
antara lain:
1.
Perubahan
Intensional
Perubahan dalam
proses berlajar adalah
karena pengalaman atau praktek yang
dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari
bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan,
kebiasaan dan keterampilan.
2.
Perubahan
Positif dan Aktif
Positif berarti
perubahan tersebut baik
dan bermanfaat bagi kehidupan serta
sesuai dengan harapan
karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan
aktif artinya perubahan tersebut terjadi
karena adanya usaha
dari siswa yang bersangkutan.
3.
Perubahan
Efektif dan Fungsional
Perubahan dikatakan
efektif apabila membawa
pengaruh dan manfaat tertentu
bagi siswa. Sedangkan
perubahan yang fungsional artinya perubahan
dalam diri siswa
tersebut relatif menetap
dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan
dimanfaatkan lagi.
Berdasarkan dari uraian
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu proses
usaha yang dilakukan
siswa untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari
dan perubahan tersebut
relatif menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi
siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar.
Untuk meraih prestasi belajar yang
baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia
pendidikan tidak sedikit siswa yang
mengalami kegagalan. Kadang
ada siswa yang
memiliki dorongan yang kuat untuk
berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya
prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya. Untuk meraih prestasi
belajar yang baik
banyak sekali faktor- faktor yang perlu diperhatikan. Menurut
Sumadi Suryabrata (1998 : 233) dan Shertzer dan Stone (Winkle, 1997 :
591), secara garis besar faktor- faktor
yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal :
1.
Faktor
internal
Merupakan faktor yang
berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi
belajar. Faktor ini
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1). Faktor
fisiologis
Dalam hal
ini, faktor fisiologis
yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan
kesehatan dan pancaindera.
1.
Kesehatan
badan
Untuk dapat
menempuh studi yang
baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan
tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah
dapat menjadi penghalang
bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya
memelihara kesehatan fisiknya, siswa
perlu memperhatikan pola
makan dan pola tidur,
untuk memperlancar metabolisme
dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk
memelihara kesehatan bahkan
juga dapat meningkatkan
ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.
2.
Panca
indera
Berfungsinya panca
indera merupakan syarat dapatnya
belajar itu berlangsung dengan
baik. Dalam sistem
pendidikan dewasa ini di
antara panca indera itu
yang paling memegang peranan dalam
belajar adalah mata
dan telinga. Hal
ini penting, karena sebagian
besar hal-hal yang
dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan
pendengaran. Dengan demikian, seorang anak
yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat
dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi
prestasi belajarnya di sekolah.
2). Faktor Psikologis
Ada
banyak faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :
1. Inteligensi
Pada umumnya,
prestasi belajar yang
ditampilkan siswa mempunyai kaitan
yang erat dengan
tingkat kecerdasan yang dimiliki
siswa. Menurut Binet (Winkle,1997
:529) hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mem-pertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam
rangka mencapai tujuan
itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan
objektif. Taraf inteligensi
ini sangat mempengaruhi
prestasi belajar seorang siswa,
di mana siswa
yang memiliki taraf
inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi
belajar yang lebih
tinggi. Sebaliknya, siswa
yang memiliki taraf
inteligensi yang rendah diperkirakan
juga akan memiliki prestasi belajar yang
rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin
jika siswa dengan
taraf inteligensi rendah
memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.
2. Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan
kurang percaya diri dapat merupakan factor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya.
Menurut Sarlito Wirawan
(1997:233) sikap adalah kesiapan
seseorang untuk bertindak
secara tertentu terhadap
hal-hal tertentu. Sikap
siswa yang positif terhadap mata
pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar
mengajar di sekolah.
3. Motivasi
Menurut Irwanto
(1997 : 193)
motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi
belajar adalah pendorong
seseorang untuk belajar. Motivasi
timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang.
Seseorang berhasil dalam belajar karena
ia ingin belajar.
Sedangkan menurut Winkle (1991
: 39) motivasi
belajar adalah keseluruhan
daya penggerak di dalam
diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada
kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai. Motivasi belajar merupakan faktor
psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal
gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak
energi untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Faktor eksternal
Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah :
1). Faktor lingkungan keluarga
1. Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial
ekonomi yang memadai,
seseorang lebih berkesempatan mendapatkan
fasilitas belajar yang
lebih baik, mulai dari buku, alat
tulis hingga pemilihan sekolah
2. Pendidikan
orang tua
Orang tua
yang telah menempuh
jenjang pendidikan tinggi
cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi
anak-anaknya, dibandingkan dengan yang
mempunyai jenjang pendidikan
yang lebih rendah.
3.
Perhatian
orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga
Dukungan dari keluarga
merupakan suatu pemacu semangat
berpretasi bagi seseorang.
Dukungan dalam hal
ini bisa secara langsung,
berupa pujian atau
nasihat; maupun secara tidak
langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.
2). Faktor lingkungan sekolah
1. Sarana dan prasarana
Kelengkapan fasilitas sekolah,
seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di
sekolah; selain bentuk ruangan, sirkulasi
udara dan lingkungan
sekitar sekolah juga dapat
mempengaruhi proses belajar mengajar.
2. Kompetensi guru dan siswa
Kualitas guru
dan siswa sangat
penting dalam meraih prestasi, kelengkapan
sarana dan prasarana
tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan
sia-sia belaka. Bila seorang siswa
merasa kebutuhannya untuk
berprestasi dengan baik
di sekolah terpenuhi, misalnya
dengan tersedianya fasilitas
dan tenaga pendidik yang
berkualitas, yang dapat
memenihi rasa
ingintahuannya, hubungan dengan
guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka
siswa akan memperoleh iklim belajar yang
menyenangkan. Dengan demikian,
ia akan terdorong
untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.
4.
Kurikulum
dan metode mengajar
Hal ini
meliputi materi dan
bagaimana cara memberikan materi tersebut
kepada siswa. Metode pembelajaran
yang lebih interaktif sangat diperlukan
untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Sarlito Wirawan (1994:122) mengatakan
bahwa faktor yang paling penting adalah faktor
guru. Jika guru
mengajar dengan arif
bijaksana, tegas, memiliki disiplin
tinggi, luwes dan
mampu membuat siswa menjadi senang
akan pelajaran, maka
prestasi belajar siswa
akan cenderung tinggi, palingtidak
siswa tersebut tidak
bosan dalam mengikuti pelajaran.
3). Faktor lingkungan masyarakat
1. Sosial budaya
Pandangan masyarakat
tentang pentingnya pendidikan
akan mempengaruhi kesungguhan
pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan
akan enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah
pekerjaan guru/pengajar.
2. Partisipasi
terhadap pendidikan
Bila semua pihak telah
berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa
kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih
menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
3. Keterkaitan antara mengikuti kegiatan gang
dengan prestasi belajar pada siswa SMU
Sebuah laporan dari National Center
for Clinical Infant Programs (1992) menyatakan bahwa keberhasilan di sekolah
bukan diramalkan oleh kumpulan fakta seorang siswa atau kemampuan dininya untuk
membaca, melainkan oleh ukuran-ukuran emosional dan sosial : yakni pada diri
sendiri dan mempunyai minat; tahu pola
perilaku yang diharapkan
orang lain dan
bagaimana mengendalikan
dorongan hati untuk
berbuat nakal; mampu
menunggu, mengikuti petunjuk dan
mengacu pada guru
untuk mencari bantuan;
serta mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan saat bergaul dengan siswa lain. Hampir semua
siswa yang prestasi
sekolahnya buruk, menurut
laporan tersebut, memiliki satu
atau lebih unsur-unsur
dari dampak kegiatan berkelompok
dengan teman yang saling mempengaruhi ini (tanpa memperdulikan apakah
mereka juga mempunyai kesulitan-kesulitan kognitif seperti ketidakmampuan belajar).
(Goleman, 2002:273). Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara
tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang
membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya.
Hal positif akan diperoleh bila anak
diajarkan keterampilan dasar emosional,
secara emosional akan lebih cerdas, penuh
pengertian, mudah menerima
perasaan- perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan
permasalahannya sendiri, sehingga pada
saat remaja akan
lebih banyak sukses
disekolah dan dalam berhubungan
dengan rekan-rekan sebaya
serta akan terlindung
dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan
serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001 : 250).
Dari
uraian di atas
dapat diambil kesimpulan
bahwa kegiatan gang merupakan contoh
dari bentuk perilaku
rendahnya kecerdasan emosional merupakan salah satu faktor yang
penting yang seharusnya dimiliki oleh siswa yang memiliki
kebutuhan untuk meraih
prestasi belajar yang
lebih baik di sekolah.
9.
METODE
PENELITIAN
1.
Metode dan
Desain Penelitian
Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif,
yaitu penelitian dengan tujuan untuk
menggambarkan sebuah objek
secara detil. Penelitian
ini dilakukan dengan menggambarkan
secara umum wilayah penelitian, kemudian
lebih khusus pada
komunitas-komunitas siswa yang
ada di SMAN 2 Negara yang seterusnya difokuskan pada
gambaran komunitas yang disebut gang
secara menyeluruh. Dengan
ada fokus tersebut
akhirnya dapat diambil korelasi
antara gang dengan
nilai belajar sebagai
acuan dampak mengikuti gang.
2.
Jenis
Dan Sumber Data
Data yang
diperlukan dalam penelitian
ini meliputi data
Primer, yakni data yang
langsung diperoleh dari
responden yang belum
pernah diolah sebelumnya, dan
data sekunder, yakni
data yang telah
tersedia di dalam berbagai perpustakaan
atau dalam berbagai
dokumen-dokumen, baik itu berupa data primer maupun data sekunder yang
akan dikumpulkan di dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kategori
yaitu : 1) data tentang fenomena gang
dalam dunia pendidikan, 2) data tentang faktor-faktor yang me-nyebabkan
pelajar mengikuti aktifitas kelompok gang tersebut. Sumber data
yang digunakan tergantung
pada jenis data. Untuk data sekunder
sumber data yang
digunakan terdiri dari
sumber data primer
dan sumber data sekunder. Sumber data primer yang digunakan adalah data
yang berasal dari orang yang terlibat langsung dalam peristiwa. Sedangkan
sumber data sekunder yang digunakan adalah pendapat para ahli dan praktisi pendidikan dan
psikolog, tulisan-tulisan,
artikel-artikel dan bahan- bahan
seminar di bidang
kebudayaan Adapun data
primer, sumber data diperoleh melalui penelitian di
lapangan.
10.
Subjek dan
Objek Penelitian
1.
Subjek
Penelitian
Sesuai permasalahan
yang penulis teliti,
penulis menentukan sebagai sasaran subjek penelitian adalah
orang yang mengikuti aktivitas gang dan merupakan pelajar di SMAN 2 Negara
Kabupaten Jembarana.
2.
Objek
Penelitian
Sesuai
dengan permasalahan diatas maka obyek penelitian peneliti adalah :
1.
Hubungan antara
nilai prestasi akademik
dengan aktivitas pelajar mengikuti gang dengan berbagai hal
yang mempengaruhinya.
2.
Strategi pendidikan
pergaulan sebagai solusi
alternatif terhadap dekadensi
moral pelajar yang mengikuti aktivitas gang.
3.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pelajar untuk
mengikuti kegiatan gang dan
sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar.
3. Informan penelitian
Dalam penelitian yang peneliti lakukan ada beberapa
informan yang diperlukan untuk memperoleh data penelitian, adapun Informan
dalam penelitian ini adalah :
1.
1. Bpk.
Drs . I Nyoman Suandia
S.pd. beliau merupakan
kepala sekolah dari SMAN 2 Negara.
2.
Ni Wayan Sri
Hartiniwati merupakan ketua OSIS dari SMAN 2 Negara.
3.
Sdr. Riawan Jono
merupakan orang yang berpengaruh
terhadap Gang GANAS di SMAN 2 Negara yang memberikan
informasi bagi tokoh atau
pelajar yang tergabung dalam gang tersebut
dan pihak – pihak
yang bergabung dalam kelompok sosial ini.
4.
Ibu Sri Kandi S.pd
adalah guru BK SMAN 2 Negara guru yang memberikan dan
dapat bersosialisasi secara
baik dengan pelajar
SMAN 2 Negara yang tergabung dalam gang.
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan waktu
selama 3 (tiga) bulan direncanakan
akan dimulai awal
bulan Januari dan selesai pada bulan Maret 2010.
5.
Lokasi
Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di SMAN 2 Negara Kabupaten Jembrana. Pemilihan terhadap wilayah
lembaga edukasi yang berpredikat sekolah kajian yang berlokasi di kota Negara.
6.
Alasan
Pemilihan Lokasi Penelitian
Adapun pertimbangan kami dalam memilih lokasi penelitian dikarenakan SMA
tersebut memiliki potensial dalam hal
menyediakan data penelitian
juga tempat ini
merupakan SMA yang berprestasi di
tingkat daerah pada tahun 2008 selain
itu juga merupakan sekolah peneliti
sehingga metode dan
proses penelitian dapat berjalan lebih
mudah dan tentunya
memiliki kemudahan tersendiri
dan wilayah penelitiannya di kota Negara yang merupakan kota tempat
penulis berasal.
7.
Teknik
Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu sampel yang dipilih
berdasarkan pertimbangan atau penelitian subyektif dari penelitian, jadi dalam
hal ini penelitian menentukan sendiri responden mana yang dianggap
dapat mewakili populasi
( Burhan Ashshofa, 1996 : 91 ).
berdasarkan hal tersebut
maka dipilih responden
sebanyak 100 orang,
yaitu pelajar madrasah aliyah negeri yang dicurigai merupakan anggota
dari gang– gang tersebut.
8.
Populasi dan Sampel
Penelitian
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa SMAN 2 Negara tahun ajaran 2010/2011 pada semester 1.
Sedangkan sample penelitian adalah siswa yang aktif mengikuti aktifitas
kegiatan kelompok sosial (gang) GANAS yang eksis di SMAN 2 Negara.
9.
Teknik
Pengumpulan Data
Suatu cara mendapatkan data
sebagai bagian bahan
penelitian dipergunakan data yang dapat dipercayai kebenarannya,
pengumpulan data ini dilakukan melalui:
1)
Wawancara
( Interview)
Penelitian yang
dilakukan dengan wawancara
langsung dengan responden untuk
memperoleh data yang
berkaitan dengan permasalahan dengan yang diteliti.
Dalam wawancara ini penulis
menggunakan wawancara bebas terpimpin yaitu suatu jenis wawancara dimana
pewawancara membaca pedoman
wawancara secara garis
besar tentang hal-hal yang
dibutuhkan dalam penelitian. Wawancara
bebas terpimpin dimaksudkan
untuk mendapatkan data yang penulis butuhkan dengan tidak
mengurangi atau menganggu jalannya tugasnya
sehari-hari. sehingga data
yang diperoleh nantinya
merupakan data yang sangat dibutuhkan.
2)
Studi
Pustaka (Library Research)
Penelitian yang dilakukan dengan
mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literatur, tulisan
ahli yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.
3)
Studi
Dokumentasi
Mencari dan
mengumpulkan data yang
diperoleh dari dokumen penting dari instansi terkait yang
menjadi objek penelitian.
4)
Observasi
Mencari dan
mengumpulkan data melalui
pengamatan langsung terhadap
subjek penelitian. Observasi digunakan apabila obyek penelitiannya bersifat
perilaku manusia dan proses dalam suatu fenomena sosial.
5)
Angket
Peneliti membagikan
daftar pertanyaan kepada
responden untuk diisi sesuai dengan kondisi yang dirasakan
narasumber berkaitan dengan topik pembahasan.
11. Teknik Analisis dan
Penafsiran Data
1)
Analisa
Data
Menurut Matthew
(1992:16) Analisa terhadap
data yang diperoleh dilakukan dengan
cara kualitatif. Analisa
kualitatif ini diperlukan
untuk menjelaskan suatu rangkaian
kaitan-kaitan kausal tentang
fenomena tertentu, yang bersifat
kompleks dan sulit
diukur secara pasti.
Menurut Matthew B. Miles dan A. M.Michael Huberman dalam bukunya
berjudul Analisa Data Kualitatif
(terjemahan) mengatakan bahwa
:
Kami anggap bahwa analisa terdiri dari tiga alur
kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan
kesimpulan/verifikasi Matthew (1992)
Dengan mengikuti
ketiga alur kegiatan
analisis tersebut, maka analisis yang dilakukan di dalam
penelitian ini diawali dengan melakukan reduksi data. Bentuk
kegiatannya adalah melakukan
suatu proses pemilihan, penyederhanaan, pengkodean dan mengorganisasi data. Langkah
berikutnya adalah penyajian
data, yakni terhadap
data yang terkumpul disusun
dalam bentuk teks
naratif. atau dengan
membuat matriks, jaringan dan
bagan yang dirancang
guna menggabungkan informasi
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Langkah terakhir
adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Langkah ini
dilakukan dengan melakukan
pengujian terhadap kebenaran atau validitas makna-makna yang
muncul dari data dengan cara melakukan tinjauan
ulang terhadap catatan-catatan lapangan,
atau dilakukan dengan menggunakan teknik pemeriksaan
keabsahan data sebagai mana
dikemukakan di muka.
Selain itu dilakukan
pula tukar pikiran
dengan teman sejawat untuk mendapatkan tumbuh kuatnya keyakinan
peneliti. Penelitian ini menggunakan
pula analisa proses
yang bertitik tolak pada
analisa sistimatis. Analisa
ini digunakan untuk
menjelaskan rangkaian kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara bertahap
dan sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang telah
berulang kali terjadi
yang dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum.
2)
Penafsiran
Data
Menurut Lexy
dalam Stauss (1973).
Penafsiran data mempunyai tujuan yang akan dicapai Pada
penelitian ini penafsiran data selain dengan tujuan deskripsi
semata-mata, dilakukan pula
dengan tujuan deskripsi analitik. Penafairan
data dengan tujuan
deskripsi semata-mata, analis menerima dan
menggunakan teori dan
rancangan organisasional yang telah
ada dalam disiplin
ilmu. Kemudian dalam
melakukan penafisiran data,
analisis menemukan kategori-kategori dalam data dalam disiplin ilmu tertentu
dan menyusunnya dengan jalan menghubungkan kategori-kategori ke dalam kerangka
sistem kategori yang diperoleh dari data. Pada
penafsiran data dengan
tujuan deskripsi analitik
dilakukan dengan mengembangkan rancangan organisasional atau proposisi-proposisi
dari kategori-kategori yang ditemukan dan hubungan-hubungan yang disarankan
atau yang muncul
dari data, sehingga
dengan demikian deskripsi baru
yang diinginkan tercapai,
hal mana dapat
dikembangkan menjadi teori.
DAFTAR PUSTAKA
Arnyana, Ida Bagus
Putu. 2007. Dasar-dasar Metodologi
Penelitian. Singaraja : Bagian Ilmu Faal FK. UNUD.
Atkinson, Rita L., et all.1996.
Pengantar Psikologi. Jakarta :Erlangga
Buzan,
Tony.2003.Head First.Jakarta :Gramedia
Feldman,
Robert S.1993.Understanding Psychology. United Stated of America : Mcgraw_hili
inc.
Frankl,
Victore e.2003.Logoterapi Terapi Psikologi Melalui Pemaknaan Eksitensi.
Yogjakarta : Kreasi Wacana
Goleman,
Daniel.2004.Emotional Intelligent (Kecerdasan Emosional). Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman,
1992. Analisa Data Kualitatif, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Lexy
J. Moeleong, 1999. Metodologi Penelitian
Kualitatif .Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Bandung Cetakan ke-10.
Goleman,
Daniel.2000. Emotional Intelligence
(terjemahan). Jakata: PT Gramedia
Pustaka
Utama.
Goleman, Daniel.2000. Working With
Emotional Intelligence (terjemahan).
Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ngermanto
, Agus.2005.Quantum Quotient (Kecerdasan
Kuantum).Bandung : Nuansa
Pasiak,
Taufiq.2006. Manajemen Kecerdasan : Memberdayakan IQ, SQ, EQ, Untuk Kesuksesan
Hidup. Bandung :Mizan
Santosa, Imam Budi.2001.Kisah Polah Tingkah Potret Gaya Hidup
Transformatif, Yogyakarta: LkiS
Soekanto,Soerjono.1985.
Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta:Rajawali Press ctk.5
Muhibbin, Syah.
(2000). Psikologi Pendidikan dengan
Suatu Pendekatan baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Irwanto. (1997). Psikologi
Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sarlito
Wirawan. (1997). Psikologi Remaja.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sia,
Tjundjing. (2001). Hubungan Antara IQ,
EQ, dan QA dengan Prestasi Studi
Pada Siswa SMU.
Jurnal Anima Vol.17 no.1
Sumadi,
Suryabrata. (1998). Psikologi Pendidikan. Jakarta
: PT. Raja
Grafindo Persada .